Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap berbagai tantangan ekonomi global di 2022. Hal ini disampaikan dalam penutupan perdagangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2021.
Tantangan mulai dari krisis energi, gangguan rantai pasokan imbas pandemi, hingga efek dari krisis properti China. Semua tantangan itu diprediksi akan lebih terasa pada 2022.
"Krisis properti di China evergrande yang (utangnya) US$ 300 billion dan ini efeknya akan terasa di 2022. Kemudian, kita ketahui bahwa tingkat suku bunga di Amerika itu lebih rendah dari inflasi, kita juga melihat ada potensi tapering of dari The Fed," kata Airlangga dalam seremoni penutupan perdagangan BEI, Kamis (30/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Airlangga yakin Indonesia kuat menghadapi tantangan tersebut lantaran mampu bertahan melewati hantaman pandemi selama 2 tahun terakhir.
"Tentu kita melihat bahwa telah terjadi optimisme dengan penanganan COVID-19 yang di bulan Juli sudah mencapai 56.000 Namun kita sudah melihat dalamnya penurunannya sudah lebih dari 90%, bahkan secara rata-rata jika sudah konsisten sekitar lebih dari 4 bulan kasusnya di bawah 300," ujarnya.
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik
Simak juga Video: Jokowi Groundbreaking Industrial Park: Mulai Transformasi Ekonomi!
Selain tantangan ekonomi global, Airlangga juga mengungkap berbagai kinerja positif Bursa Efek Indonesia (BEI). Salah satunya adalah kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) yang dinilai menjadi rekor.
"Tadi sudah banyak tepuk tangan, ini bursa mencapai rekor 6.723. Tepuk tangan berikutnya, return BEI secara year-to-date 10%," ujar Airlangga
Kemudian, dia juga mengatakan adanya peningkatan jumlah investor ritel menjadi 7,38 juta. Menurutnya, saat ini pasar modal Indonesia sudah dikuasai oleh investor dalam negeri.
Airlangga menambahkan, pemerintah telah menetapkan pajak penghasilan (PPh) Badan 22% dan PPh bagi perusahaan terbuka adalah 19%. Menurutnya itu seharusnya bisa menarik minat banyak perusahaan untuk melantai di bursa.
"Jadi bahasanya, kalau jumlah yang IPO kurang banyak, berarti yang kebangetan Dirut bursanya," tutur Airlangga.
(hns/hns)