Soal Untung China dari Proyek Kereta Cepat, Begini Penjelasan KCIC

Soal Untung China dari Proyek Kereta Cepat, Begini Penjelasan KCIC

Iffa Naila Safira Widyawati - detikFinance
Sabtu, 05 Mar 2022 14:30 WIB
Operasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung diproyeksi mundur ke Juni 2023 dari rencana sebelumnya Desember 2022. Lalu, sudah sejauh apa perkembangannya?
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Keuntungan China dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ditaksir tetap besar meskipun baru balik modal dalam waktu 40 tahun. Alasannya pemerintah China masih mendapatkan sejumlah keuntungan finansial dari bunga utang sebesar 2% dari total pinjaman senilai US$ 3,96 miliar dengan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Merespons hal tersebut, Sekretaris Perusahaan KCIC Rahadian Ratry menjelaskan, bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dijalankan dengan skema business to business (B2B).

"Indonesia maupun China masing-masing memiliki orientasi pada diperolehnya keuntungan dan manfaat jangka panjang," kata Rahadian dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (5/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rahadian menjelaskan BUMN China telah berinvestasi sebagai pemegang saham 40% di KCIC dan menanggung untung rugi dan resiko dari kerjasama yang terjalin. Jumlah setoran modal yang ditanamkan oleh konsorsium dua negara sejumlah 25% dan sisanya dipenuhi pinjaman dari CDB 75%, sehingga komposisi equity dan loan dari China untuk proyek KCJB mencapai 85%.

Dalam skema kerja sama dengan China, Pemerintah Indonesia juga tidak memberikan jaminan langsung ke proyek. Kemudian, semua biaya di periode konstruksi dan operasional menjadi tanggung jawab Para Pemegang Saham PT KCIC alias tidak dibebankan ke BUMN Indonesia semata.

ADVERTISEMENT

"Adapun hak konsesi selama 50 tahun diperlukan karena PT KCIC sebagai Badan Usaha Penyelenggara Perkeretaapian memerlukan kepastian pengembalian investasi proyek KCJB," jelas KCIC.

Pembebasan lahan proyek KCJB juga tidak dibiayai pemerintah namun dilakukan oleh perusahaan. Hal ini berbeda dengan proyek jalan tol, di mana proses pembebasan lahan sepenuhnya dilakukan dan dibiayai Pemerintah.

"Proses pembebasan lahan trase KCJB dilaksanakan dengan skema ganti untung sehingga warga pun dapat merasakan manfaat ekonomi secara langsung sejak proyek ini dimulai," tulis KCIC.

KCIC menjelaskan, Penyertaan Modal Negara (PMN) melalui PT KAI dilakukan untuk memenuhi kewajiban setoran modal dasar dikarenakan BUMN Sponsor Indonesia tidak bisa melakukan setoran modal akibat terdampak dari pandemi Covid-19. Dengan demikian pelaksanaan proyek ini sebetulnya masih berjalan dengan skema B to B antara konsorsium BUMN Indonesia yaitu PSBI dengan konsorsium BUMN China yaitu Beijing Yawan.

Sedangkan untuk alasan dipilihnya China, salah satunya karena saat ini China memimpin di dunia dalam hal pengembangan Kereta Cepat yang telah membangun dan mengoperasikan 37.900 km jalur kereta api cepat, juga adanya jaminan transfer teknologi dan knowledge kepada Putra Putri Indonesia melalui training dan internship sehingga KCIC dapat mengelola dan mengoperasikan KCJB.

Proses Transfer teknologi dan knowledge selama periode konstruksi di antaranya pengalihan teknologi slab track dan fasilitas produksi dari Kontraktor Tiongkok
(Sinohydro) ke Kontraktor lokal (Wika Beton).

KCIC mengklaim, dari sisi tenaga kerja keberadaan proyek KCJB menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional yang berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja lokal dalam jumlah besar. Menuju proses penyelesaian proyek, jumlah tenaga kerja asing di proyek KCJB saat ini telah berkurang, sehingga rasio tenaga kerja asing menyusut menjadi satu banding tujuh, karena proses alih teknologi selama masa kontruksi.

"Tidak hanya sisi tenaga kerja, pembelanjaan dalam negeri untuk proyek KCJB juga sangat tinggi, berdasarkan kajian pre-assessment oleh Sucofindo sebanyak 69% pembelanjaan (purchasing) dilakukan di dalam negeri (on shore) sehingga memberikan multiplier effect bagi perekonomian nasional," jelas KCIC.

(eds/eds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads