Kita sangat terkejut setelah mendengar kabar bahwa ada jalan tol yang ditutup (diblokir) oleh pengguna jalan tol sendiri karena kesal, marah, jengkel dll karena macet total. Mungkin hanya di Indonesia jalan tol ditutup oleh pengguna jalan tol sendiri karena protes terhadap rekayasa one way. Pemberlakuan rekayasa lalu lintas "One way" ( arus satu arah) pada tol Cipularang 29 April 2022 memang mengejutkan bagi pengguna jalan tol dari arah yang berlawanan atau arah tol yang disetop sementara.
Banyak media 29 April 2022 memberitakan bahwa tol Cipularang arah ke Jakarta lumpuh akibat kebijakan one way di ruas jalan Tol Jakarta-Cikampek. Dilaporkan kemacetan ini terjadi sejak Jumat 29 April 2022 volume kendaraan dari arah Jakarta menuju Jawa Barat dan Jawa Tengah sangat padat sehingga stuck lama dari pukul 1 ( dini hari) hingga pukul 8 pagi (7 jam).
Situasi tersebut menjadi protes masyarakat pengguna jalan tol itu diakibatkan masyarakat yang mulai resah karena tidak ada pergerakan sama sekali arus lalu lintas ke Jakarta. Bahkan beberapa laporan media terdapat informasi bahwa beberapa masyarakat ada yang membatalkan tiket pesawat atau batal naik kapal penyeberangan di Merak. Fakta seperti ini merugikan kepada pihak (sebagai korban) yang menggunakan jasa pelayanan jalan tol tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh ini publik mengetahui bahwa kebijakan "one way" hanya pada jalan tol Pantura dari KM 47 sampai KM 414. Namun kenyataanya pemberlakuan "one way" dilakukan dari KM 47 sampai KM 72 di tol Cipularang, Hal ini cukup 'mengejutkan' bagi publik pengguna tol arah ke Barat, khususnya dari arah Bandung ke Jakarta. Akhirnya akibat protes dan blokir pengguna jalan tol dari Bandung tersebut diberlakukan rekayasa lalu lintas dilaksanakan cara bertindak (CB) contra flow 1 lajur dari Km 47 sampai Km 70 GT Cikampek Utama ke arah Jakarta.
One Way Tidak Berlaku di Jalan Tol
Sejatinya penerapan arus lalu lintas one way ( lalu lintas satu arah ) tidak dapat diberlakukan pada pelayanan jalan tol. Jalan tol adalah jaringan jalan yang berbayar yang harus dilayani sesuai standar pelayanan minimal (SPM) yang berlaku. Sesuai SPM jalan tol no 16/PRT/M/2018 mencakup 7 substansi pelayanan, yakni: kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesbilitas, mobilitas, keselamatan, unit pertolongan/penyelamatan/bantuan pelayanan, lingkungan dan tempat istirahat.
Dalam SPM sangat jelas bahwa ada jaminan kecepatan tempuh rata-rata di atas 60 kmj untuk jalan tol luar kota. Jika jalan tol malah ditutup untuk situasi tertentu untuk kepentingan yang lain ( one way ) tentunya melanggar SPM itu sendiri. Jalan berbayar seperti jalan tol tetap harus dilayani sesuai standar karena telah membayar seperti yang diharapkan publik yakni jalan bebas hambatan. Ironisnya, masyarakat ingin gunakan jalan tol ingin cepat sampai tujuan, namun malah ditutup karena alasan one way flow.
Bila ada jalan raya (non tol) ditutup untuk arah one-way tentunya para pengguna jalan yang ditutup masih dapat cari alternatif jalan lain. Lalu bagaimana jika jalan tol ditutup untuk one way, pengguna jalan tol tidak dapat mencari jalan alternatif. Bila ditutup pengguna jalan tol tetap akan sabar menunggu jalan tol dibuka kembali. Saya pikir kebijakan one way untuk jalan tol adalah absurd, bagaimana bila ada kendaraan emergensi atau hazard lainnya seperti ambulance, mobil damkar, kendaraan BBM, limbah/kimia dll terjebak di kebijakan one way flow.
Paling tidak untuk rekayasa contra-flow masih sangat masuk akal sebab kedua arus lalu lintas masih dapat bergerak secara bersamaan dan adil. Keadilan di sini adalah contra-flow berjalan sesuai dengan volume kendaraan dan ruang jalan sesuai proporsi V/C ratio antar kedua arus yang berbeda. Proporsi V/C ratio maksudnya adalah volume kendaraan yang banyak tentunya akan mendapatkan ruang jalan yang besar pula sementara arah jalan berlawanan dengan volume kendaraan lebih sedikit akan mendapatkan ruang jalan yang lebih sempit pula. Dalam konteks ini kelancaran terburuk di jalan tol adalah dengan kecepatan rata-rata 40 kmj atau V/C ratio 0,8.
Memang kebijakan rekayasa lalu lintas di lapangan berada di tangan Korlantas Polri dengan diskresi (plicht matigheid), baik rekayasa lalin buka tutup jalan atau contra-flow. Dalam UU 2 tahun 2002 tentang POLRI dalam penjelasan UU menyatakan bahwa setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan diskresi, yaitu kewenangan untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri. Akan tetapi berdasarkan penilaian sendiri tersebut diharapkan ada keadilan untuk semua pihak. Jangan sampai bertindak diskresi di lapangan namun ada pihak yang diuntungkan kebalikannya ada pihak yang dirugikan.
Berlanjut ke halaman berikutnya. Langsung klik
Contingency Plan dan Mitigasi Risiko
Pelayanan jalan tol adalah jasa penyediaan jalan tol yang dikelola Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dan pengawasan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Pengelola jalan tol adalah badan usaha yang berbadan hukum tentunya telah mempersiapkan contingency plan dan mitigasi risiko untuk special days seperti Lebaran, nataru atau hari libur panjang. Sebuah perusahaan normal tentunya siap ambil untung bila pelayanannya baik, tentunya juga siap merugi bila pelayanan nya dibawah standar.
Contingency plan merupakan rencana alternatif atau cadangan yang akan dilakukan BUJT jika terjadi perubahan pada layanan umum jalan tol menjadi layanan mitigasi. Sebab, segala bentuk perubahan atau peristiwa tidak selalu terprediksi dalam operasional bisnis perusahaan BUJT. Plan ini sering disebut juga rencana darurat, rencana tanggap darurat rencana kontingensi. Artinya rencana kontingensi apa, apabila akan ditemui pelayanan terburuk, semisal lalu lintas jalan tol macet total sampai berjam-jam.
Sekedar contoh; waktu tempuh normal Jakarta - Semarang via tol adalah 6 jam, namun karena macet waktu tempuh bisa molor 3 jam, atau total waktu tempuh jadi 9 jam, dalam konteks ini sama saja kita berkendara di jalan non-tol. Dalam hal ini apakah kita tidak dapat mendapat potongan tarif yang lebih murah, karena pelayanannya BUJT dibawah standar? Masih untung bila kita menggunakan jalan non tol karena walaupun macet di jalan non-tol, kita masih dapat mencari jalan alternatif yang tidak macet, tapi bila macet di jalan tol, kita hanya bisa pasrah karena tidak dapat mencari jalan alternatif lain. Terlebih lagi bila macet di jalan non-tol, tetap lebih nyaman karena fasilitas jalan jauh lebih banyak dari pada jalan tol, di jalan non-tol banyak bengkel, hotel, SPBU/toilet, rumah makan, rumah sakit dan lain-lain.
Sangat diperlukan SPM jalan tol sesuai SLA (service level agreement) agar semua stakeholder tidak dirugikan. Sebaiknya jika ada kejadian jalan tol ditutup oleh karena one way seperti kejadian 29 April 2022 para pihak yang dirugikan mendapatkan kompensasi tidak perlu menunggu class action. Sepertinya regulasi untuk jalan tol lebih banyak berpihak kepada investor daripada konsumen tol. Indikasi ini dapat dilihat bahwa setiap 2 tahun tarif tol dapat dievaluasi yang pasti diizinkan naik sesuai inflasi, belum pernah ada kenyataan tarif tol diturunkan karena kinerjanya dibawah SPM. Sementara untuk pelayanan yang lain juga belum pernah tol digratiskan karena kemacetannya di atas V/C ratio 1 (satu) atau kompensasi pengurangan tarif tol oleh karena tol ditutup karena one way flow atau kedaruratan lainnya.
Hukum pelayanan jalan tol adalah apabila volume kendaraan sangat padat tarifnya murah tetapi bila volume kendaraan di jalan tol sedikit tarif tol bisa sangat mahal sebab jalan tol sangat lancar. Tarif progresif jalan tol tersebut, Pemerintah berkewajiban membuat kebijakan membuat tarif batas atas (TBA) tarif tol.
Jalan Tol Adalah Jalan Alternatif
Mudik Lebaran adalah budaya tahunan yang tidak dapat kita hindari. Sangat diharapkan ada keseimbangan informasi moda perjalanan yang tidak hanya promosi kesiapan jalan tol. Pada saat jalan tol pantura mulai penuh kendaraan mudik lebaran tanggal 28 April 2022, saya mendapatkan laporan di lapangan bahwa jalan nasional pantura Cikampek-Cirebon-Tegal masih sangat lenggang. Sebaiknya promosi kesiapan jalan tol ataupun jalan non-tol menjelang lebaran juga dipersiapkan promosi secara seimbang, agar pemudik tidak menumpuk di jalan tol. Perlu selalu diingat bahwa jalan tol adalah jalan alternatif bukan jalan utama, jalan utama tetaplah jalan raya ( jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kota/kabupaten).
Deddy Herlambang
Direktur Eksekutif INSTRAN
(hns/hns)