Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) mengalami cost overrun atau pembengkakan biaya. Bengkak biaya ini akan ditanggung Konsorsium Indonesia, Konsorsium China, serta pinjaman dari China Development Bank (CDB).
Namun, ada perbedaan pendapat tentang hitungan cost overrun antara Indonesia dan China. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi.
Menurutnya, berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), bengkak biaya proyek KCJB adalah US$ 1,499 miliar atau sekitar Rp 21,7 triliun (kurs Rp 15.500).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka sudah sampaikan hasil perhitungan mereka sekitar US$ 980 juta (Rp 15,19 triliun). Ada perbedaan karena beda cara melakukan review, beda metode dan beda asumsi," katanya di Gedung DPR RI, Rabu (9/11/2022).
China disebut tidak memperhitungkan biaya dari pihak ketiga. Sementara Indonesia melakukannya, seperti penyediaan persinyalan GSMR kereta api cepat. Menurut Dwiyana, Cina memberlakukan kebijakan gratis atas pelayanan tersebut.
"Missal Telkomsel, dia tetap keukeuh (mengenakan biaya), namanya GSMR. Di Tiongkok (China) itu free ya. China menilai seharusnya pemerintah Indonesia juga bisa memberikan free of charge pada KCJB untuk mendapatkan frekuensi GSMR," jelasnya.
Terkait hal ini, Dwiyana menyebut sudah menjelaskan hal ini ke pemerintah China. Ia berharap China bisa menerima kondisi yang terjadi di Indonesia.
Hal inilah yang menjadi penyebab beda persepsi hitung-hitungan bengkak proyek KCJB. Namun ia yakin baik Indonesia dan China akan menemui titik temu pada pembahasan berikutnya.
"Itu yang pemerintah Tiongkok pasti awalnya tidak mau menerima karena negerinya free of charge (bebas biaya). Saya yakin pembahasan berikutnya ada titik temu. Sekali lagi ini proyek investasi bersama antara pemerintah China dan Indonesia," imbuhnya.
(zlf/zlf)