Jakarta -
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan beberapa masalah pada tata kelola jalan tol di Indonesia. Masalah yang terjadi bahkan sampai merugikan negara hingga Rp 4,5 triliun.
Dalam laporan resmi yang diunggah di akun Instagram resmi @official.kpk, KPK menemukan adanya titik rawan korupsi pada pengelolaan jalan tol di Indonesia. Mulai dari sisi perencanaan hingga masalah kewajiban badan usaha yang tidak dilaksanakan.
"Sejak tahun 2016, pembangunan jalan tol mencapai 2.923 km dengan rencana nilai investasi sebesar Rp 593,2 T. Dalam tata kelolanya, KPK menemukan adanya titik rawan korupsi seperti lemahnya akuntabilitas lelang pengusahaan jalan tol, terjadinya benturan kepentingan, hingga Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang tidak melaksanakan kewajibannya," tulis KPK lewat akun Instagram resminya dikutip Minggu (12/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas apa saja masalah yang disoroti KPK dari pengelolaan jalan tol di Indonesia?
1. Perencanaan
Masalah pertama ialah proses perencanaan. KPK menilai peraturan pengelolaan jalan tol yang digunakan saat ini merupakan aturan lama. Menurut KPK, hal itu menyebabkan pembangunan tidak mempertimbangkan perspektif baru seperti kompensasi ruas tol dan alokasi dana pengadaan lahan.
2. Proses Lelang
Kedua, KPK menyebut proses lelang juga menjadi titik rawan karena dokumen lelang tidak memuat informasi yang cukup atas kondisi teknis dari ruas tol. Akibatnya, pemenang lelang harus melakukan penyesuaian yang mengakibatkan tertundanya pembangunan.
3. Pengawasan BUJT
Ketiga, mengenai proses pengawasan. Menurut KPK, belum adanya mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban badan usaha jalan tol (BUJT). Hal itu membuat pelaksanaan kewajiban BUJT tidak terpantau secara maksimal.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Soal pemenuhan kewajiban BUJT yang belum terlaksana, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan pernah merinci hal tersebut merupakan dana talangan pembebasan tanah yang belum dibayarkan badan usaha ke negara. Ini lah yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 4,5 triliun.
"Ada kerugian Rp 4,5 triliun itu dulu pemerintah sudah beliin tanah pembebasan tanah, janjinya kalau jalan tol jadi dibalikin itu uang. Ternyata setelah jalan tol jadi, Rp 4,5 triliun belum dipulangin dan belum jelas rencana pengembaliannya gimana," papar Pahala ditemui di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).
"Itu yang belum bayar adalah pengelola jalan tol, masih ada sekarang perusahaannya," lanjutnya.
4. Konflik Kepentingan
Temuan masalah yang keempat adalah terkait potensi benturan kepentingan. KPK menemukan fakta bila investor pembangunan didominasi 61,9% kontraktor pembangunan yakni BUMN karya atau perusahaan pemerintah. Akibatnya, terjadi benturan kepentingan dalam proses pengadaan jasa konstruksi.
Masalah benturan kepentingan lainnya yang terungkap adalah adanya beberapa pejabat tinggi Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian PUPR yang juga menjabat sebagai komisaris di beberapa perusahaan jalan tol.
Pahala Nainggolan hal ini dapat memicu konflik kepentingan dan risiko korupsi. Menurutnya, anggota BPJT dilarang ikut bergabung dalam badan usaha jalan tol yang diawasinya.
"BPJT itu kan dia mengawasi semua perusahaan yang mengoperasikan jalan tol. Nah 5 orang BPJT ternyata komisaris di jalan tol, saya bilang ini gimana, nggak bisa begitu," ungkap Pahala.
5. Pelimpahan Konsesi
Masalah terakhir, KPK menyoroti tidak adanya aturan lanjutan menjadi titik rawan korupsi terkait tol, khususnya dalam rangka pelimpahan konsesi jalan tol. KPK mengatakan tidak adanya aturan lanjutan tentang penyerahan pengelola jalan tol menyebabkan mekanisme pasca-pelimpahan hak konsesi dari BUJT ke pemerintah menjadi rancu.
KPK kemudian memberikan tujuh rekomendasi untuk perbaikan tata kelola jalan tol, berikut ini rinciannya:
1. Menyusun perencanaan jalan tol secara lengkap dan menetapkannya melalui Keputusan Menteri PUPR
2. Menerapkan Detail Engineering Design (DED) sebagai acuan lelang pengusahaan jalan tol
3. Mengevaluasi pemenuhan kewajiban BUJT serta meningkatkan kepatuhan pelaksanaan ke depannya
4. Mengevaluasi Peraturan Menteri PUPR agar dapat menjaring lebih banyak investor yang berkualitas
5. Menyusun regulasi tentang benturan kepentingan
6. Menyusun peraturan turunan terkait teknis pengambilalihan konsesi dan pengusahaan jalan tol
7. Melakukan penagihan dan memastikan pelunasan kewajiban dari BUJT
Kementerian PUPR sendiri belum mengeluarkan pernyataan resmi soal temuan KPK ini. Hingga berita ini ditulis, detikcom sudah mencoba menghubungi pihak Kementerian PUPR maupun pihak BPJT, hanya saja belum mendapatkan jawaban.