Heboh Anies Bandingkan Pembangunan Jalan Era Jokowi & SBY, Ini Kata Pengamat

Terpopuler Sepekan

Heboh Anies Bandingkan Pembangunan Jalan Era Jokowi & SBY, Ini Kata Pengamat

Ilyas Fadilah - detikFinance
Sabtu, 27 Mei 2023 11:15 WIB
Bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan mengahadiri temu kebangsaaan relawan di Tenis Indoor Senayan (Dwi Rahmawati/detikcom)
Foto: Bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan mengahadiri temu kebangsaaan relawan (Dwi Rahmawati)
Jakarta -

Bakal calon Presiden Anies Baswedan membandingkan pembangunan jalan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurutnya SBY lebih banyak membangun jalan non tol alias tidak berbayar.

Sementara Jokowi lebih banyak membangun jalan tol yang artinya berbayar . Dalam data yang dipaparkannya, Anies menyebut 63% jalan tol di Indonesia memang dibangun di era Jokowi sejak 2014 sampai sekarang. Panjangnya 1.569 kilometer dari total 2.499 kilometer jalan tol di Indonesia.

Namun jalan non tol yang berhasil dibangun Jokowi berdasarkan data Anies hanya sepanjang 19.000 kilometer. Ia membandingkan 10 tahun kepemimpinan SBY, ada sekitar 144.000 kilometer atau 7,5 kali lipat dari jalan non tol yang dibangun Jokowi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, mana yang lebih dibutuhkan masyarakat saat ini, jalan tol atau jalan non tol?

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berpendapat, di era modern Indonesia lebih membutuhkan jalan tol. Akses ke jalan tol lebih mudah diperhitungkan serta memperlancar arus logistik.

ADVERTISEMENT

"Jalan tol lebih dibutuhkan karena lebih cepat dan biayanya bisa diperhitungkan. Truk, bis lebih suka lewat jalan tol, karena biayanya bisa diperhitungkan. Biaya non tol biayanya banyak yang tak terduga, belum lagi keamanannya, banyak bajing loncat, pemalak di sisi jalan banyak minta uang," katanya saat dihubungi detikcom, dikutip Sabtu (27/5/2023).

"Pungli itu kan di jalan tol nggak ada, langsung dia. Hanya bayar jalan tol, keamanannya terjamin," lanjutnya.

Ia juga menyoroti peran jalan tol saat mudik Lebaran. Jalan tol dinilai mampu memecah kemacetan sehingga arus mudik tahun 2023 lebih lancar. Selain itu tidak terjadi kemacetan 'horor' seperti di jalan non tol.

"Buktinya saat Lebaran arus mudik relatif lebih lancar. Berarti kan penggunaan jalan tol lebih optimal dalam melayani arus pemudik. Kalau jalur non tol kan terjadi kemacetan luar biasa. Kalau jalan tol kan lebih bisa diatur. Misalnya one way, contra flow, ganjil genap," bebernya.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai yang terpenting dari pembangunan jalan raya adalah utilitas atau daya guna, bukan panjang atau jenis jalannya. Pembangunan jalan juga harus bisa menurunkan biaya logistik.

"Jadi sebenarnya kritiknya itu mau dia jalan tol, maupun jalan di daerah, utilitasnya yang dilihat. Nah sekarang problem di era Jokowi banyak jalan tol ternyata utilitas yang digunakan untuk angkutan logistik itu sangat sedikit. Sehingga bisa jadi jalan non tol yang jauh lebih efektif," ungkapnya.

Selain itu ia menilai pembangunan jalan tol butuh biaya yang besar. Hal tersebut berpotensi keuangan negara namun manfaat yang dirasakan tidak sebanding.

"Daya saing ini kan ada pembangunan jalannya mahal. Membebani keuangan negara dan BUMN melayani berbagai penugasan, tapi manfaat yang dirasakan masyarakat tidak sebanding," terang Bhima.

Ia menyebut kalau pembangunan fokus di jalan yang rusak atau di daerah terpencil, hal itu malah lebih dirasakan masyarakat. Namun jalan tol juga bisa memberi manfaat optimal jika pembangunannya menghubungkan kawasan industri dan pelabuhan.

"Jadi bukan membandingkan panjang jalan. Jalan apa pun itu, tapi yang dilihat adalah berapa banyak dampak dari pembangunan jalan terhadap ekonomi masyarakat," pungkasnya.

(eds/eds)

Hide Ads