Drama Bayar Tol Tanpa Setop: Uji Coba Mundur hingga RI Ditagih Rp 1,2 T

Drama Bayar Tol Tanpa Setop: Uji Coba Mundur hingga RI Ditagih Rp 1,2 T

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Rabu, 31 Mei 2023 07:30 WIB
Mulai besok seluruh Gerbang tol hanya melayani non-tunai. Yuk segera gunakan kartu elektronik (e-Toll).
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Rencana uji coba bayar tol tanpa setop atau sistem multi lane free flow (MLFF) batal dilaksanakan pada 1 Juni 2023. Kepastian soal penundaan ini disampaikan oleh Direktur Utama Roatex Indonesia Toll System (RITS), Musfihin Dahlan.

Adapun sistem MLFF ini sebelumnya direncanakan akan diujicobakan pada 1 Juni di Tol Bali Mandara. Bahkan, target tersebut pun telah mundur beberapa kali sejak sistem ini mulai dirancang pada 2021 silam.

Musfihin mengatakan, pihaknya selaku badan usaha pelaksana tidak dapat melaksanakan target lantaran terpaut ketidaksepahaman dan perbedaan visi bersama dengan pihak kontraktor sistem asal Hungaria, yakni Multi Contact Zrt. Menurutnya, masalah ini sulit untuk diselesaikan sebelum tenggat waktu 1 Juni tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan permohonan maaf terhadap publik dan pemerintah juga, kami selaku badan usaha pelaksana belum bisa mencapai, memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan tanggal 1 Juni. Karena dua hari lagi sangat tidak mungkin kita laksanakan," kata Musfihin, dalam bincang-bincang bersama awak media di Kantor Roatex, Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2023).

1. Biang Kerok Uji Coba Mundur

ADVERTISEMENT

Ia mengungkapkan, alasan utama dari mundurnya target tersebut ialah perbedaan visi dan pandangan antara Indonesia dengan pihak Hungaria sendiri. Akibatnya, hingga saat ini pihaknya belum menerima penyerahan teknologi untuk implementasi sistem bayar tol tanpa setop itu.

"Mereka sudah proven sejak 2013 dan mereka mau menerapkan bulat-bulat (sistem yang persis seperti di Hungaria) di sini. Dan mereka mau peraturan segala macem diterapkan di sini. Ya nggak bisa. Antara Kementerian PU, kepolisian segala macem harus ikut aturan yang mereka buat, ya nggak mungkin," kata Musfihin.

Menurutnya, sistem yang diinginkan Hungaria itu tidak mungkin diterapkan di Indonesia. Salah satunya, di Hungaria dan sebagian negara Eropa jalan tol dikelola penuh oleh pemerintah sehingga konsesioner dibayarkan oleh pemerintah. Sementara di Indonesia sendiri, sebagian jalan tol dikelola oleh swasta.

"Sementara di kita konsesioner swasta dan swasta memungut pengembalian modal dari pemungutan tarif tol yang mereka pungut. Jadi setiap rupiah yang mereka terima itu pengembalian modalnya. Jadi mereka sangat khawatir sistem baru ini membuat bobol (uang)," ujarnya.

Selain itu, ia menambahkan, Key Performance Indicator (KPI) yang telah disepakati bersama pemerintah pun tidak terpenuhi, yakni sistem ini menjamin pendapatan BUJT 100%. Sementara, hingga saat ini sistem tersebut hanya mampu menjamin sekitar 80%, sehingga ada potensi BUJT kehilangan penerimaannya hingga 20%.

Lebih lanjut Musfihin menambahkan, diskusi antara pihaknya dengan kontraktor dan board of director (BOD) tersebut berjalan cukup alot sejak Agustus 2022. Dalam hal pengembangan sistem ini, diskusi telah berlangsung dalam 7 tahapan. Sementara sejak tahap ke-5 dan ke-6, pihaknya masih menemukan 'bolong' atau ketidaksesuaian dengan standar yang diminta.

Pada momen tersebut Musfihin masih berpikir positif bahwa sampai ke tahap 7, celah tersebut akan diperbaiki. Hingga akhirnya ia terkejut lantaran kontraktor mengaku sistem sudah selesai, namun 'bolong-bolong' tersebut masih ada. Selain itu, mereka juga tidak mau menyerahkan repositori serta softcode dari sistem ini.

"Dia bilang 'kalian kan beli barang, nanti kami serahkan kayak kalian beli mobil. Nanti ada manualnya, kalau rusak ya kalian panggil kami lagi'. Saya bilang, ini gila nih ngikat kita," ujarnya.

Simak Video 'Bayar Tol Tanpa Stop Berlaku Tahun Ini, Gimana Caranya?':

[Gambas:Video 20detik]

Lanjut ke halaman berikutnya

2. RI Ditagih Rp 1,2 T

Di sisi lain, Musfihin mengatakan, pemilihan kontraktor sepenuhnya dilakukan oleh Roatex Zrt yang berbasis di Hungaria, yakni perusahaan induk dari RITS. Dalam hal ini, RITS yang berbasis di Indonesia tidak punya otoritas untuk memilih. Adapun kontraktor dari sistem ini ialah Multi Contact Zrt, yang juga berbasis di Hungaria.

Adapun biaya yang harus dibayarkan kepada kontraktor untuk membayar sistem senilai US$ 80 juta atau setara Rp 1,2 triliun (kurs Rp 15.000/US$). Dalam hal ini, Roatex Zrt ternyata sudah membayarkan uang tersebut kepada kontraktor, yang mana seharusnya invoice dibayarkan oleh RITS.

Atas dasar hal ini, Roatex Zrt pun meminta RITS membayarkan dana tersebut. Sementara, RITS menolak untuk membayar lantaran dalam perjanjiannya, uang akan dibayarkan setelah sistem tersebut rampung.

"Kami RITS yang berkontrak dengan pemerintah dan kami tidak ingin ini di-deliver sistem yang belum sempurna, kita menolak. Walaupun kita diperintahkan untuk bayar (US$ 80 juta)," imbuhnya.

3. Hungaria Copot Direksi Indonesia

Imbas dari kondisi ini, Musfihin mengatakan, dirinya beserta jajaran direksi asal Indonesia dicopot dari posisinya di RITS. Langkah ini berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Roatex Zrt. Karena hal ini, seluruh jajaran direksi ROTS tidak ada yang berasal dari Indonesia.

"Karena perbedaan visi yang keras ini BOD (board of director) dari PT RITS, khususnya yang orang Indonesianya sejak tanggal 22 (Mei) kemarin kita diberhentikan, di-dismiss. Jadi saya sudah tidak lagi, secara legal diberhentikan dari dirut. Diganti dirutnya oleh orang Hungaria," ungkapnya.

Dengan demikian, saat ini posisi Direktur Utama RITS berdasarkan keputusan tersebut ialah Attila Keszeg. Sementara posisi Direktur RITS dipegang oleh Orozs Gyula. Adapun dala,m susunan sebelumnya, posisi Dirut dipegang oleh Musfihin. Kemudian, Direktur Keuangan diisi oleh Peter Ong, dan Direktur Teknologi diisi oleh Orozs Gyula.

Namun memang untuk posisi RITS sendiri, 99% sahamnya dipegang oleh Roatex Zrt sementara 1% sisanya dipegang oleh individu dari Hungaria pula. Dengan demikian, 100% sahamnya dipegang oleh Hungaria.

Oleh karena itulah, mengenai bagaimana kelanjutan dari rencana penerapan sistem ini maupun kerja sama dengan kontraktor ke depannya akan kembali ke tangan pemerintah, mengingat MLFF sendiri juga masuk ke dalam proyek strategis nasional (PSN).

"Saya kira secara keseluruhan kami minta pemerintah melakukan review dari proyek ini supaya ke depannya bisa terlaksana dengan sesuai dengan harapan pemerintah dan harapan operator jalan tol di Indonesia," katanya.

"Pemerintah bisa saja men-default (proyek ini dengan Roatex Hungaria). Tetapi pemerintah pasti akan memilih jalan yang paling bijak. Tapi sebaiknya tanya ke BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol)" imbuhnya.


Hide Ads