Jakarta -
Lahan Hotel Sultan kini telah kembali dimiliki negara, sebelumnya lahan hotel tersebut dibangun dan dikelola PT Indobuildco dengan status hak guna bangunan. Setelah masa HGB habis April lalu, lahan Hotel Sultan kembali diberikan ke Kementerian Sekretariat Negara yang menugaskan Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) sebagai pengelolanya.
Direktur Utama PPKGBK Rakhmadi Afif Kusumo mengatakan lahan Hotel Sultan bakal kembali disesuaikan dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Provinsi DKI Jakarta. Dalam rencana tersebut kawasan Hotel Sultan bakal menjadi ruang terbuka hijau. Meski begitu, sisi komersial Hotel Sultan bakal tetap dipertahankan.
"PPKGBK selaku manajemen dari kita memiliki rencana induk termasuk di blok 15 di mana di situ kita akan sesuai RDTR DKI adalah kawasan ruang terbuka hijau dan komersialnya," kata Rakhmadi di kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rakhmadi enggan menjelaskan secara detil seperti apa pengembangan Hotel Sultan di kemudian hari. Menurutnya, semua opsi masih dalam pembahasan.
Namun yang jelas dia mengatakan pihaknya bakal mengoptimalkan Hotel Sultan agar tetap produktif. Dia kembali menekankan fungsi komersial bisnis dari Hotel Sultan kemungkinan akan dipertahankan juga meskipun sesuai RDTR kawasan Hotel Sultan akan menjadi ruang terbuka hijau.
"Kami merencanakan akan optimalisasi aset tersebut agar memberikan dampak lebih besar kepada negata, dalam hal ini asetnya produktif tetap ada fungsi komersialnya dan bisa dimanfaatkan masyarakat," beber Rakhmadi.
"Pokoknya, kita akan proses mendapatkan yang terbaik dan membuat kawasan ini jadi ikon dan landmark baru kota Jakarta," katanya.
Lalu bagaimana dengan nasib karyawan Hotel Sultan, apakah dengan kembalinya aset ke negara akan memberikan dampak terhadap karyawan?
Kuasa Hukum PPKGBK dari Assegar Hamzah and Partner, Chandra Hamzah menjelaskan pihaknya pasti akan memperhatikan masalah karyawan yang saat ini bekerja di Hotel Sultan. Dia belum mau membeberkan rencana berikutnya, namun yang jelas dia meminta karyawan tak perlu khawatir.
"Masalah pegawai kami tidak menafikan ada konsekuensi, masalah itu jelas ada perhatian juga PPKGBK, terkait karyawan saya cuma mau bilang tak perlu resah," kata Chandra di tempat yang sama.
"Jadi jangan dihubungkan masalah rencana induknya dengan masalah karyawan, ini akan diselesaikan baik-baik sama PPKGBK," tambahnya.
Sebelumnya, Pontjo Sutowo menggugat Kementerian ATR/BPN terkait dengan hak kelola lahan di kawasan Senayan, tempat Hotel Sultan berdiri. Baca gugatannya di halaman berikutnya.
Lihat juga Video: Hotel Sultan untuk Jemaah Arminareka di Tanah Suci
[Gambas:Video 20detik]
Perkaranya Pontjo Sutowo selaku pemilik perusahaan Indobuildco yang memiliki dan mengoperasikan Hotel Sultan meminta agar Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor: 169/HPL/BPN/89 tentang Pemberian Hak Pengelolaan Atas Nama Sekretariat Negera Republik Indonesia cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Senayan tertanggal 15 Agustus 1989 dibatalkan.
Pasalnya, dalam Keputusan Kepala BPN itu disebutkan HGB 26 dan 27 yang lahannya berdiri Hotel Sultan masuk ke dalam HPL Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan. Bila lahan tersebut masuk ke HPL, maka ketika HGB habis harus dikembalikan ke negara. Pontjo Sutowo tidak ingin lahannya kembali ke negara dan meminta penambahan masa HGB.
Kini, Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Dirjen PSKP) Kementerian ATR/BPN Iljas Tedjo Prijono mengatakan gugatan yang diajukan Pontjo Sutowo dengan nomor perkara 71/G/2023/PTUN.JKT di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta resmi ditolak oleh Majelis Hakim.
"Alhamdulillah siang hari ini Majelis Hakim telah memeriksa, mengadili, dan pada akhirnya memutus perkara tersebut perkara nomor 71/G/23/PTUN Jakarta dengan amar putusan pokok perkara menolak gugatan penggugat seluruhnya dan menyatakan penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 299.000," kata Iljas Tedjo dalam konferensi pers di Gedung Utama Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Indobuildco telah mengajukan gugatan atas HPL dengan perkara perdata sejak 2006, mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, bahkan Pengajuan Kembali (PK) sebanyak 4 kali. Namun semua gugatan itu ditolak.
Keputusan PTUN Jakarta, menurut Iljas Tedjo sudah sejalan dengan semua keputusan pengadilan sebelum-sebelumnya yang menyatakan penerbitan HPL sudah diproses secara benar.
"Kita bersyukur apa yang diputuskan majelis hakim berada berada di pihak kita. Ini sejalan atas yang diputuskan sebelumnya, atas SK pemberian HPL sebelumnya pernah Digugat 2006 PN Jaksel dan 4 kali PK Indobuildco keputusannya menyatakan penerbitan SK HPL telah diproses secara benar," ungkap Iljas Tedjo.
Di sisi lain, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor: 169/HPL/BPN/89, semua HGB yang sudah habis masa gunanya harus dikembalikan lagi ke negara, dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara sebagai pihak yang mendapatkan HPL.
Termasuk juga HGB 26 dan 27 yang dimiliki Pontjo Sutowo dan didirikan Hotel Sultan oleh Indobuildco. Menurut Iljas Tedjo, HGB Indobuildco sudah habis di Maret dan April tahun ini, maka dari itu secara status lahan saat ini lokasi HGB 26 dan 27 alias lokasi berdirinya Hotel Sultan secara status hukum sudah berada pada pengendalian Kementerian Sekretariat Negara yang menugaskan Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) sebagai pengelolanya.
"Status hukumnya sekarang lahan itu adalah bagian dari HPL atas nama Setneg. Dalam SK HPL-nya HGB yang berakhir akan menjadi atas nama Setneg. Maka pengelolaannya ke PPKGBK sebagai pengelola," beber Iljas Tedjo.