Wacana Caplok KCI Jalan di Tempat, MRT Jakarta Tagih Komitmen Pemerintah

Wacana Caplok KCI Jalan di Tempat, MRT Jakarta Tagih Komitmen Pemerintah

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Jumat, 22 Sep 2023 15:16 WIB
Senangnya Warga Bekasi, Bakal Ada MRT dari Tomang-Medan Satria
Foto: Dok. Kemenhub
Jakarta -

Rencana akuisisi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) oleh PT MRT Jakarta jalan di tempat. Sudah hampir 2,5 tahun wacana ini muncul ke publik namun tak kunjung terealisasi, bahkan berujung dengan tidak adanya kejelasan.

Rencananya, MRT Jakarta sebagai BUMD di bawah Pemprov DKI Jakarta mau mencaplok 51% saham KCI dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) selaku induk usaha. Rencana akuisisi ini sendiri dilakukan dalam rangka integrasi transportasi di Jakarta.

Direktur Utama PT MRT Jakarta Tuhiyat pun mengakui sejauh ini rencana pembelian saham itu memang mandek dan tidak terlaksana. Sejauh ini menurutnya pihak pemerintah pusat belum memberikan kejelasan soal kelanjutan proses pencaplokan saham KCI ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenapa belum terjadi? Ini kami serahkan ke keputusan pemerintah. Karena dulu membentuk itu pun, membentuk wacana itu dan membentuk vehicle-nya yaitu MITJ itu kan pemerintah, pemerintah Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat via Kementerian BUMN dan Perhubungan," beber Tuhiyat dalam Special Interview bersama detikcom.

"Semua tergantung daripada komitmen kembali dari high level apakah itu mau dilaksanakan, dilanjutkan, dengan konsep itu atau seperti apa," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Tuhiyat sempat membeberkan awal rencana pencaplokan saham ini dibentuk. Menurutnya semua terjadi usai ada rapat terbatas di Istana Negara pada 8 Januari 2019. Kala itu, hasil rapat menyebutkan integrasi transportasi di wilayah Jabodetabek harus dilakukan.

Nah salah satu keputusan yang diambil alih adalah menggabungkan PT KCI ke dalam manajemen MRT Jakarta agar operator perkeretaapian di Jakarta bisa terintegrasi dalam satu manajemen. Hal ini pun menurutnya sudah ada hasil kajiannya dari konsultan independen.

"Semua awalnya karena adanya rapat terbatas bersama Presiden di 8 Januari 2019 yang menginstruksikan dilakukan integrasi transportasi di wilayah Jabodetabek, begitu kira-kira. Hasil kajiannya adalah merekomendasikan MRT Jakarta membeli 51% saham milik KAI di KCI. Artinya, itu nanti masuk dalam objek integrasi railway di Jabodetabek, KCI ini," ungkap Tuhiyat.

Secara bersamaan, PT KAI dan PT MRT Jakarta sendiri sudah diminta untuk membentuk sebuah perusahaan patungan bernama PT Moda Integrasi Transportasi Jakarta (MITJ). Mandatnya dua hal, pertama, mengintegrasikan transportasi publik di Jabodetabek khususnya pada sektor perkeretaapian. Mandat kedua adalah menata, membangun, dan mengembangkan kawasan TOD untuk wilayah area stasiun-stasiun milik PT KAI.

Tuhiyat juga menilai sebetulnya untuk urusan integrasi transportasi sendiri MITJ saja sudah cukup untuk melakukan peran tersebut. Semua bisa dilakukan asalkan regulasi sebagai payung hukumnya jelas.

Apalagi bila wacana pencaplokan yang terjadi banyak menjadi polemik. Seperti diketahui, wacana pencaplokan saham KCI oleh MRT ini banyak ditolak Serikat Pekerja Kereta Api.

"MITJ saja sudah cukup ya. Secara corporate action tapi ya, untuk mengintegrasikan itu asal dipayungi berbagai regulasi. Apakah itu soal PSO-nya, siapa yang nanti menanggung, itu kan butuh regulasi. Bisa dilakukan oleh MITJ," beber Tuhiyat.

Yang penting menurut Tuhiyat adalah upaya melakukan integrasi transportasi di Jakarta tetap dilakukan. Apapun caranya, upaya integrasi sudah seharusnya jangan ditinggalkan.

"Kami sih berharap integrasinya ini bisa tetap dilakukan, apapun jalannya, apapun caranya. Kami berharap integrasinya jangan ditinggalkan, harus dilakukan," sebut Tuhiyat.

Bicara soal aksi korporasi macam caplok saham, Tuhiyat mengatakan pihaknya juga bermimpi bisa melakukan aksi korporasi besar macam IPO. Menurutnya, IPO bisa dilakukan bila MRT Jakarta benar-benar tidak mengandalkan subsidi dari pemerintah daerah.

Sejauh ini, pendapatan subsidi bagi MRT Jakarta cukup besar. Tahun 2022 saja, dari total pendapatan Rp 1,4 triliun, pendapatan murni dari penjualan tiket hanya Rp 160 miliar. Sementara itu, pendapatan subsidi mencapai Rp 800 miliar sendiri, sisanya pendapatan non tiket.

Tuhiyat menggambarkan struktur tarif MRT Jakarta yang ada, menurutnya harga keekonomian MRT mencapai Rp 31 ribu, namun masyarakat cuma membayar Rp 14 ribu. Artinya, sebagian besar tarif itu atau sekitar Rp 17 ribu dari Rp 31 ribu adalah tarif yang dibayarkan Pemprov DKI Jakarta sebagai subsidi.

"Kalau mau IPO itu harus bebas dari subsidi. Jadi, begitu kita lepas kita lakukan itu proses IPO untuk mengglobalkan bisnis MRT Jakarta. Tujuannya itu," kata Tuhiyat.

Salah satu cara mengurangi subsidi adalah menggenjot pendapatan dari kategori pendapatan non tiket. Dia memaparkan banyak hal yang bisa dilakukan, mulai dari manajemen area komersial, iklan, penawaran naming rights stasiun, bahkan hingga menjadi konsultan.

Dia berharap di tahun 2030, MRT Jakarta sudah mulai bisa menyusun langkah final untuk IPO. Apalagi di tahun tersebut diharapkan sudah banyak jaringan rute yang bisa dilayani MRT Jakarta.

"Saya berharap di situ, di atas 2030. Sudah bisa mandiri, tanpa PSO. Makanya di atas 2030 itu ketika kita sudah ada line, kalau Timur-Barat, Selatan-Utara operasi, walaupun Timur-Barat itu masih wilayah Jakarta saja sampai Kembangan, itu saya perkirakan bisa 600-800 ribu ridership per hari," pungkas Tuhiyat.

(hal/eds)

Hide Ads