Investor kini dapat kesempatan untuk menguasai lahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara hingga 190 lamanya secara akumulatif. Hal ini diatur dalam Revisi Undang-undang (UU) Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) telah resmi disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI beberapa waktu lalu.
Kesempatan ini diperoleh dalam bentuk pemberian hak guna usaha (HGU) 95 tahun yang dapat diperpanjang dengan jangka waktu yang sama sehingga secara akumulasi bisa mencapai 190 tahun. Pemerintah juga akan memberikan hak guna bangunan (HGB) selama 80 tahun yang juga dapat diperpanjang. Baik HGB maupun HGU ini akan diberikan secara bertahap.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, kebijakan ini berpotensi mendatangkan sejumlah bahaya. Salah satunya, pemerintah tidak memiliki kendali terhadap pemanfaatan pemanfaatan lahan hingga izin HGU tersebut selesai.
"Dampaknya tentu pemerintah tidak memiliki kendali terhadap pemanfaatan lahan menunggu izin HGU nya selesai. Bayangkan saja, mau mengubah tata ruang dan pemanfaatan wilayah saja tunggu siklus yang sangat lama sampai HGU habis," kata Bhima, kepada detikcom, Selasa (10/10/2023).
Selain itu, menurutnya model pembangunan ibu kota baru dengan izin HGU lama juga unik. Ia belum pernah melihat pembangunan ibu kota di suatu negara yang seharusnya dijaga dari sisi keamanannya, justru fungsi lahannya dikendalikan investor.
"Dampak lain adalah pemanfaatan lahan IKN yang seharusnya bisa melibatkan masyarakat lokal menjadi terbatas. Ini juga kontradiksi dengan upaya reforma agraria dan pemberian manfaat kepada masyarakat sekitar IKN karena terjadi konsentrasi aset lahan pada segelintir investor IKN," jelasnya.
Bhima juga menyoroti perihal pemberian kepastian usaha terhadap investor lewat kebijakan ini. Menurutnya, hal ini malah bermakna investor mendapatkan imunitas dari berbagai kebijakan pemanfaatan lahan untuk masyarakat lokal.
"Ini seolah ada negara di dalam negara karena investor bisa 190 tahun menguasai lahan untuk kepentingan keuntungan semata," imbuhnya.
Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, nantinya pemerintah perlu lebih tegas dalam memonitor maupun mengevaluasi para investor ini. Bila tidak, bahaya besar menanti di masa mendatang.
Ia khawatir, para investor ini tak langsung menggarap lahan tersebut sehingga berpotensi menyebabkan kemubaziran, yakni lahan terbengkalai dan tak berproduksi dalam waktu beberapa tahun. Di sisi lain, dalam UU itu disebutkan evaluasi baru akan dilakukan setelah jangka waktu 35 tahun sehingga bsia saja selama itu aktivitas investor tidak termonitor dengan baik.
"Menurut saya itu kelamaan. Bayangkan kalau seorang investor diberikan HGU, misalnya di siklus pertama 95 tahun, 35 tahun pertama dievaluasi kalau tidak salah. Ini bisa saja 10 tahun pertama lahannya menganggur, jangan-jangan begitu. Akhirnya nggak produktif, potensi mubazir sangat besar," ujarnya, saat dihubungi terpisah.
Selain itu, kondisi ini juga berpotensi memunculkan spekulatif lahan. Bisa saja para investor ini menyimpan lahannya hingga 10 tahun lamanya, kemudian disewakan lagi dengan harga yang lebih tinggi. Oleh karena itu, menurutnya sebaiknya pemerintah rutin mengevaluasi dalam jangka pendek.
"Katakanlah 5 tahun. Jadi ketika diberikan, lihat nih tahun pertama, kedua, investornya sudah mulai bergerak belum, apakah sudah ada pembangunannya, lahannya sudah dirapikan, dikavling-kavling, atau bahkan syukur-syukur sudah beroperasi sehingga sudah dapat menyerap tenaga kerja, menjual produknya di dalam negeri, maupun ekspor," jelasnya.
Sebagai tambahan informasi, pasal 16A UU IKN disebutkan, HAT berbentuk HGU ini dapat diberikan dalam dua kali siklus yang secara akumulasi investor dapat menerima HGU selama 190 tahun.Dalam penjelasan lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam satu siklus HGU ini diberikan dengan tahapan, pertama pemberian hak paling lama 35 tahun. Kedua, perpanjangan hak paling lama 25 tahun, dan ketiga pemberian hak paling lama 35 tahun.
Selain HGU, aturan tersebut juga memungkinkan para investor untuk memperpanjang hak guna bangunan (HGB) hingga secara akumulatif menjadi 160 tahun. Hal ini diatur dalam pasal 16A ayat 3 di mana HGB akan diberikan dalam jangka waktu paling lama 80 tahun untuk siklus pertamanya. HGB juga diberikan dengan sejumlah tahapan, pertama pemberian hak paling lama 30 tahun. Kedua, perpanjangan hak paling lama 20 tahun, dan ketiga pemberian hak paling lama 30 tahun.
(shc/kil)