Bank Centris Internasional (BCI) buka suara mengenai langkah Satgas BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) menyita asetnya di Bali. Andri Tedjadharma sebagai pemegang saham BCI dalam pernyataan tertulis menegaskan pihaknya bukan obligor atau pengutang dana BLBI pada 1998.
Ia menjelaskan, BCI dinyatakan sebagai Bank Beku Operasi (BBO) pada 4 April 1998 oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Lewat keputusan tersebut (SK No 15/BPPN/1998 tertanggal 4 April), seluruh direksi dan karyawan dipaksa keluar gedung atau Kantor Bank Centris tanpa diperbolehkan membawa dokumen apapun.
"Bank Centris Internasional dituduh BPPN menerima dana BLBI. Bank Centris menolak tuduhan BPPN, kami selesaikan masalah itu lewat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2000 dengan Nomor Perkara 350/PDT.G/2000/PN.JAK.SEL tanggal 10 Juli 2000. Keputusan majelis hakim PN Jakarta Selatan menolak gugatan BPPN," bunyi keterangan tersebut.
BPPN kemudian banding ke Pengadilan Tinggi dengan Nomor Perkara 554/PDT/2002/PT DKI tanggal 4 Juni 2022. Dalam putusannya, majelis hakim PT DKI Jakarta tidak mengabulkan gugatan BPPN. Setelah itu BPPN mengajukan kasasi ke MA. BPPN dibubarkan pada 17 Februari 2004.
"Hingga tahun 2022 tidak ada kabar putusan kasasi MA terkait gugatan BPPN atas Bank Centris Internasional," bunyi keterangan itu lebih lanjut.
Pada 10 Januari 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Satgas BLBI. Pada 3 Mei 2021, Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang DKI Jakarta mengeluarkan surat Nomor PJPN-49/PUPNC.10.01/2021 tentang penetapan jumlah piutang negara atas nama Andri Tedjadharma / Bank Centris Internasional.
Pada 7 September 2021, PUPN mengeluarkan Surat Paksa Ketua PUPN Cabang DKI Jakarta Nomor 216/PUPNC 10.00/2021 tentang Andri Tedjadharma/Bank Centris Internasional untuk segera membayar utang kepada negara cq Kementerian Keuangan cq Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi sejumlah Rp 897.678.554.101,21. Juga membayar biaya administrasi pengurusan piutang negara 10% dari saldo hak penyerahan piutang desuai dengan peraturan perundang-undangan dalam waktu 1x24 jam setelah pemberitahuan paksa.
Atas penetapan jumlah utang dan paksa PUPN Cabang DKI Jakarta tersebut, Andri Tedjadharma menggugatnya ke PTUN Jakarta karena perkara Bank Centris sudah masuk ranah hukum di Pengadilan Negeri sehingga tidak boleh ada perkara yang diadili oleh dua lembaga.
Majelis Hakim PTUN Jakarta pada 6 April 2023 mengabulkan seluruh gugatan Andri Tedjadharma, dan memerintahkan mencabut dan membatalkan penetapan piutang dan pasca bayar serta memaksa PUPN membayar biaya persidangan. PUPN melakukan banding ke PT TUN. Hasilnya, PT TUN menguatkan putusan PTUN Jakarta dan menolak banding PUPN.
Tanpa mengindahkan putusan dan proses hukum itu, PUPN kembali mengeluarkan surat penagihan kepada Bank Centris dengan nilai cukup fantastis, yakni Rp 4.542.284.242.763,08. PUPN mendasarkan pada putusan MA Nomor 1688 K/Pdt/2003 yang salinan putusannya disebut keluar pada 2 November 2022.
"Putusan kasasi MA itu, saya pastikan putusan yang diada-adakan di luar pengadilan atau rekayasa. Hal ini berdasarkan Surat Memorandum No 3203/PAN/HK.02/II/2022 tanggal 23 November 2022 dan Surat dari Panitera Muda Mahkamah Agung No 1998/PAN.02/1301SK/Perd/2022 tanggal 22 Desember yang berbunyi 'Kami tidak pernah menerima perkara No. 554/Pdt/2001/PT DKI yang dimohonkan oleh BPPN sebagai pemohon kasasi dalam perkara 350/Pdt.G/2000/PN Jak Sel," bunyi keterangan tersebut.
Kemudian dipertegas oleh Panitera Muda MA No 707/PAN.2/282 SK/Perd/2023 tertanggal 10 Mei 2023 yang berbunyi 'Mahkamah Agung tidak pernah menerima permohonan kasasi terhadap perkara No 350/Pdt.G/2000/PN.Jkt.Sel jo No 554/Pdt/2002 PT DKI tanggal 4 Juni 2002'."
Dua surat dari MA tersebut, tulis keterangan itu lebih lanjut, sangat jelas menegaskan MA tidak pernah menerima permohonan kasasi dari BPPN terkait BCI. "Artinya, tidak ada pemeriksaan, tidak ada hakim dan tentunya tidak ada putusan kasasi," tulisnya.
"Itu juga berarti Bank Centris Internasional berdasarkan putusan PN Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi, jelas tidak pernah menerima dana BLBI. Yang artinya, Bank Centris Internasional tidak berutang pada negara," sambungnya.
Selanjutnya, mengacu amar putusan kasasi MA yang dianggap rekayasa itu, disebut justru membuktikan dan memastikan akte 46 adalah akte yang sah dan berharga. Akte 46 adalah akte perjanjian jual beli promes Bank Centris Internasional dengan Bank Indonesia disertai jaminan lahan 452 hektar dan telah dihipotik atas nama Bank Indonesia.
"Berdasarkan akte 46 tersebut, Bank Indonesia berkewajiban membayar ke Bank Centris sebesar Rp 490.787.748.596,16 yang hingga Bank Centris dibekukan, Bank Indonesia belum membayar dan promes sebesar Rp 492.256.516.580,00 serta jaminan tanah seluas 4.528.305 m2 belum dikembalikan," tulis keterangan tersebut.
(acd/das)