Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merespons kasus pemerasan di kawasan Berawa, Badung, Bali. Pelaku, Ketut Riana (54) yang menjabat Bendesa Adat (Kepala Desa Adat) Berawa, Badung, Bali tertangkap tangan memeras investor yang membeli tanah di Berawa.
AHY mengatakan, pihaknya akan mempelajari lebih lanjut atas kejadian tersebut. Menumpas kejahatan pertanahan menjadi satu PR besar bagi Kementerian ATR/BPN.
"Saya harus pelajari dulu ya," kata AHY, ditemui di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Pusat, Jumat (3/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejadian ini menjadi satu cerminan bahwa kejahatan di bidang pertanahan masih kerap terjadi di Tanah Air. AHY menyatakan, dirinya serius untuk memberantas masalah pertanahan, khususnya mafia tanah sampai ke akar-akarnya. Selaras dengan itu, dalam waktu dekat dirinya juga akan berkunjung ke Bali dalam rangka mendeklarasikan Pulau Dewata itu sebagai Pulau Lengkap.
"Lengkap dalam arti seluruh bidang tanah yang ada dalam kab/kota termasuk satu provinsi tersebut sudah terdata dan terpetakan. Mudah-mudahan ini akan semakin mempercepat upaya kita untuk meyakinkan Bali semakin punya kepastian hukum atas tanah, baik untuk investasi kemajuan ekonomi bisnis termasuk juga bagi masyarakat," ujarnya.
Selain itu, AHY juga menekankan, pendaftaran dan sertifikasi tanah elektronik sangat penting untuk direalisasikan hingga ke seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, hal ini dapat membantu dalam mempersempit ruang bagi praktik-praktik mafia tanah di Tanah Air.
"Dengan sertifikat elektronik ini sebetulnya lebih mempersempit ruang bagi praktik-praktik mafia tanah. Nah di sini lah yang menjadi tugas kita, tapi saya senang progresnya juga real di sana-sini semakin banyak yang sudah punya layanan lengkap secara elektronik, secara digital," kata dia.
Menurutnya, sertifikat elektronik menjadi sebuah kebutuhan agar pada saatnya transformasi digital akan membawa Kementerian ATR/BPN semakin responsif dan akuntabel. AHY ingin agar langkah ini mengurangi segala bentuk kerugian negara, termasuk pungli karena semuanya langsung pakai sistem.
"Mudah-mudahan ini akan semakin mempercepat upaya kita untuk meyakinkan Bali ini semakin punya kepastian hukum atas tanah, baik untuk investasi, kemajuan ekonomi, bisnis, termasuk juga bagi masyarakatnya," pungkasnya.
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kepala Desa Adat (Bendesa) Berawa, Badung, Ketut Riana (54). Bendesa adat itu diciduk bersama seorang pengusaha, AN, dan dua orang lainnya.
"Kami amankan KR (Ketut Riana) selaku bendesa adat dan AN selaku pengusaha dugaan pemerasan investasi. Mereka telah melakukan upaya pemerasan dalam proses transaksi jual beli tanah di Desa Berawa," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Ketut Sumedana, Kamis (2/5/2024) dikutip dari detikBali.
Petugas juga menyita barang bukti berupa uang tunai Rp 100 juta yang diduga hasil memeras seorang investor, setelah transaksi jual beli tanah di Desa Adat Berawa. Mereka terancam dijerat Pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jika memenuhi unsur pidananya.
Riana meminta uang dari AN sebagai syarat investasi di daerah desa adat Berawa sebesar Rp 10 miliar. Riana meminta uang itu secara bertahap sejak Maret 2024 dari AN sebesar Rp 50 juta dengan alasan kelancaran proses administrasi.
Kemudian, Riana kembali meminta uang sebesar Rp 100 juta. Ketut juga menduga aksi pemerasan tidak hanya terjadi di Desa Adat Berawa. Ia menyatakan pihaknya masih mendalami kemungkinan itu.
(shc/ara)