Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama unsur petani dan nelayan menyampaikan aspirasi di hadapan pimpinan DPR RI dan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih. Mereka menyampaikan aspirasi tentang permasalahan tanah dan reforma agraria yang tak kunjung rampung.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, kunjungan ini dilakukan bertepatan dengan Hari Tani Nasional sekaligus hari lahir Undang-Undang Kolonial Agraria yang awalnya bertujuan untuk mengurangi residu kolonialisme di lingkup agraria.
"Sebenarnya ini bukan hanya seremonial, tetapi kami ingin mengingatkan bahwa ada mandat restitusi kita, mandat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang tidak kunjung dijalankan," kata Dewi dalam Audiensi Pimpinan DPR terkait strategi percepatan pelaksanaan reforma agraria di Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah Agraria di RI
Pihaknya meminta pemerintah segera mengambil tindakan untuk segera menyelesaikan permasalahan agraria di Indonesia. Menurut Dewi, setiap harinya penjarahan nyata terjadi di lapangan dan menimpa petani, nelayan, hingga masyarakat adat yang kehilangan tanahnya.
"Tentang penjarahan-penjarahan kepada para pejabat, sebenarnya yang sunyi dan luput dari pemberitaan adalah penjarahan tanah-tanah rakyat, kekayaan alam di pedesaan. Ini adalah isu-isu, ini adalah penjarahan nyata di lapangan," ujarnya.
Sejak jaman Orde Baru, pemerintahan SBY sampai dengan saat ini, Dewi mengatakan, janji-janji untuk menertibkan tanah terlantar itu tidak kunjung dijalankan. Pendekatan represif oleh aparat di lapangan masih kerap di lakukan. Bahkan, setidaknya tercatat ada sebanyak 79 orang yang kehilangan nyawanya di wilayah konflik agraria.
"Kenapa reforma agraria tidak kunjung dijalankan? Karena memang membutuhkan political will dari kepemimpinan Presiden (Prabowo) untuk memastikan menteri-menterinya mengerjakan reforma agraria sesuai mandat konstitusi, sesuai undang-undang pokok agraria. Inilah yang menjadi dasar," kata Dewi.
Bentuk Lembaga Reforma Agraria
Selaras dengan hal ini, pihaknya mengusulkan agar segera dibentuk lembaga khusus untuk menjalankan reforma agraria. Menurutnya, hal ini dapat menjadi solusi untuk mempercepat penyelesaian reforma agraria mengingat permasalahan ini bersifat lintas sektoral.
"Soal kelembagaan, Pak Dasco, Pak Saan, kemudian Pak Cucun (pimpinan DPR RI), kami menginginkan ada kelembagaan khusus untuk menjalankan reforma agraria," ujar Dewi.
Dewi mengatakan, usulan pembentukan lembaga tersebut telah diusulkan berkali kali, mulai dari saat pemerintahan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), namun usulan tersebut ditolak.
Sedangkan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang sudah ada saat ini menurutnya tidak berjalan. Oleh karena itu, dia meminta adanya kelembagaan khusus reforma agraria yang nantinya harus melapor langsung ke presiden.
(shc/ara)