Singkat cerita, begitu memasuki tanggal 5 Oktober 2016, BEI akhirnya melakukan unsuspend terhadap BUMI. Sanksi suspensinya dicabut dan saham BUMI pun kembali aktif di bursa.
Tapi, tahukah Anda? Baru sebentar saja lepas dari "kurungan"nya, saham BUMI langsung naik secara mengejutkan. Hanya dalam beberapa jam perdagangan, saham BUMI telah berhasil menguat sekitar 13%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi, kalau Anda tanya saya, saya sendiri nggak beli tuh saham BUMI.
Memang ada saja beberapa orang yang bertanya, kenapa Anda tidak beli? Kan asik harganya bisa meroket dalam waktu singkat?
Ya, keuntungan jangka pendek saham BUMI memang sangat menggiurkan. Tapi, menurut saya pribadi, risiko kerugian saham BUMI lebih besar daripada potensi keuntungannya.
Kenapa bisa begitu? Apa pertimbangannya?
Nah, supaya Anda bisa belajar lebih dalam lagi, simak ulasan saya sampai habis ya.
Peraturan Laporan Keuangan
Salah satu hal yang mempengaruhi pergerakan suatu saham adalah track record dan kinerja emitennya. Emiten yang memiliki kinerja baik tentu sangat berpotensi menghasilkan banyak laba, berpotensi dilirik investor, dan karena itu sahamnya berpotensi menguat. Tapi begitu juga sebaliknya, perusahaan dengan kinerja buruk biasanya akan sulit dilirik investor sehingga nilai sahamnya sulit naik.
Menariknya, kasus BUMI ini berbeda. Kalau kita tarik mundur, kinerja emiten BUMI sebenarnya tergolong tidak mencolok dan bahkan indisipliner. Seperti sudah saya singgung di atas, karena tindakan indisiplinernya dalam menyampaikan laporan keuangan, saham BUMI ini kena sanksi suspensi dari bursa.
Kalau merujuk pada peraturan BEI, BUMI seharusnya sudah menyampaikan laporan keuangan tersebut paling lambat 31 Maret 2016. Dalam Peraturan Nomor I-H tentang Sanksi, disebutkan bahwa:
1. Jika emiten telat menyampaikan laporan keuangan sampai 30 hari kalender terhitung sejak batas akhir seharusnya, maka BEI akan menjatuhkan sanksi tertulis I
2. Jika pada hari kalender ke-31 hingga ke-60 belum juga menyampaikan, maka sanksi tertulis II akan melayang. Sanksi ini disertai dengan denda sebesar Rp 50 juta
3. Jika pada hari kalender ke-61 hingga ke-90, perseroan masih membandel, maka bursa akan memberi peringatan tertulis III plus denda Rp 150 juta.
Mengacu pada peraturan tersebut, kita bisa melihat bahwa BUMI terkena sanksi suspensi karena telat menyampaikan laporan keuangan selama 3 bulan. Dan kalau kita ikuti lagi beritanya, BUMI baru memberikan laporan keuangan tersebut pada tanggal 4 Oktober 2016.
Bagaimana Isi Laporan Keuangan BUMI?
Dalam laporannya, PT Bumi Resources Tbk menyampaikan laporan kerugian bersih hingga US$ 1,92 miliar. Sepanjang tahun 2015 kemarin, perseroan juga hanya mencatatkan pendapatan sebesar US$ 40,5 juta. Jumlah pendapatan ini anjlok 34,59% dari US$ 61,92 juta pada tahun 2014.
Karena penurunan kinerja tersebut, BUMI pun sempat berjuang untuk memangkas utang-utangnya. Salah satu cara yang dilakukan adalah bulan Agustus 2016 kemarin BUMI menjual 50% saham anak usahanya, Leap Forward Resources Ltd untuk membayar utang.
Laporan Keuangan Kuartal I-2016
Memasuki kuartal I-2016, kinerja BUMI memang mengalami perbaikan. Dalam tiga bulan pertama tahun 2016, perseroan berhasil mengantongi keuntungan sebesar US$ 40,380 juta atau sekitar Rp 524,94 miliar.
Keuntungan ini terkait dengan adanya kenaikan laba neto dari entitas asosiasi dan ventura bersama. Selain itu, beban perusahaan BUMI juga berkurang setelah ia menjual anak usahanya. Hal-hal tersebutlah yang membantu BUMI dalam memperbaiki kinerjanya.
Bukankah itu kabar baik? Lalu kenapa saya tidak beli saham BUMI?
Biarpun menunjukkan sedikit pertumbuhan profit, tapi dalam laporan keuangan 2015 yang baru dirilis pada Selasa (4/10/2016) disebutkan juga bahwa total utang jangka pendek dan jangka panjang BUMI tumbuh 1,16% menjadi US$ 4,19 miliar pada akhir 2015 dari tahun sebelumnya.
Hampir seluruh utang akan jatuh tempo dalam satu tahun. Secara keseluruhan, total liabilitas jangka pendek perseroan mencapai US$ 5,47 miliar, naik 10% dari tahun sebelumnya US$ 4,93 miliar. Total liabilitas mencapai US$ 6,29 miliar, melonjak 17,7% dari sebelumnya US$ 5,34 miliar.
Jika melihat track record-nya, BUMI biasa membayar utang dengan cara menjual aset-asetnya atau dengan cara menjual anak usahanya. Aksi semacam ini tentu saja kurang produktif bagi pertumbuhan perusahaan.
Selain itu, secara historis saham BUMI juga pernah mengalami penurunan signifikan, dari harga Rp 8.000 per lembar saham menjadi Rp 50 per lembar. Setelah turun tajam, saham ini pun tidak mengalami pergerakan lagi, atau istilahnya "tidur" cukup lama.
Selain karena alasan fundamental yang saya sebut tadi, saya juga tidak membeli saham BUMI karena secara teknikal BUMI belum menunjukkan tanda-tanda akan mengalami penguatan. (drk/drk)