Hal tersebut disampaikan Kepala Ekonom PT Bank Mandiri, Mirza Adityaswara ketika ditemui di Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis (30/09/2009).
"Lemahnya pengawasan dan penyalahgunaan wewenang memang kita akui ada di BI. Atau adanya sebuah ketidaktegasan BI," ujar Mirza.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi bank lemah yang dibiarkan hidup jika terjadi krisis memang harus diselamatkan karena berpotensi sitemik. BI harusnya menutup bank tersebut sebelum terjadinya krisis," tegasnya.
Sebelum adanya krisis, lanjut Mirza, memang seharusnya bank tersebut jangan dibiarakan berlarut-larut. BI setidaknya memberikan tekanan berupa opsi-opsi seperti merger atau penambahan modal.
"Jika ridak bisa harusnya langsung ditutup," katanya.
Mirza menegaskan, semua bank lemah yang dibiarkan disaat terjadi krisis pasti berpotensi diselamatkan. Sehingga ketika Bank Century bermasalah ketika krisis terjadi, maka mau tak mau harus diselamatkan agar tidak berisiko sistemik.
Dalam hasil audit interim yang dilakukan BPK untuk dana penyelamatan Bank Century, terdapat 2 pokok pemeriksaan.
Pertama, terkait penggunaan dana Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) yang diberikan Bank Indonesia untuk mengganti rugi dana nasabah yang 'ditilep' oleh oknum Kepala Divisi Bank Note Bank Century berinisial (DT).
Dalam laporan tersebut diceritakan, pada tanggal 14 November 2008 oknum Bank Century berinisial RT meminta kepada kepala bagian operasional Bank Century cabang Surabaya untuk memindahkan deposito milik salah satu nasabah Bank Century senilai US$ 96 juta dari Kantor Cabang Surabaya Kertajaya ke KPO Senayan Jakarta.
Setelah dana pindah ke Jakarta, DT dan RT mencairkan deposito milik nasabah tersebut senilai US$ 18 juta pada 15 November 2008. Pencairan deposito tersebut digunakan DT untuk menutup kekurangan bank note yang selama ini telah digunakan untuk keperluan pribadi.
Sebagai Kepala Divisi Bank Note selama ini DT telah menjual uang kertas asing (bank note) ke luar negeri dengan jumlah melebihi jumlah yang tercatat. Sehingga secara akumulatif terjadi selisih kurang antara fisik bank note dengan catatan akuntansi. Deposito milik nasabah tersebut kemudian diganti Bank Century dengan dana yang berasal dari FPJP.
Selain itu, ada pelanggaran lain yang dilakukan oleh Bank Century yang ditemukan BPK.
Setelah century ditetapkan dalam Bank khusus pada 6 November 2008, BI meminta Century untuk tidak mengizinkan penarikan dana dari rekening simpanan milik pihak yang terkait dengan bank dan atau pihak lain yang ditetapkan BI sesuai dengan PBI No.6/9/PBI/2004 tentang tindak lanjut pengawasan dan peneterapan status bank sebagaimana diubah dengan PBI NO.7/38/PBI/2005.
Namun ternyata BPK menemukan adanya penarikan dana oleh pihak terkait setelah Century ditetapkan dalam pengawasan khusus serta menerima FPJP dan PMS. Jumlah dana yang ditarik oleh pihak terkait adalah sebesar Rp 454,898 miliar serta US$ 2,22 juta, AUD 164,81 ribu dan SGD 41,18 ribu.
Kedua, terdapat indikasi praktik-praktik operasi perbankan di Bank Century yang tidak sehat yang merugikan bank dan berpotensi membebani keuangan negara yaitu:
- Penggelapan hasil penjualan surat-surat berharga Bank Century oleh pihak terkait senilai US$ 7 juta.
- Hasil penjualan surat-surat berharga sebesar US$ 30,28 miliar dijadikan jaminan pengambilan kredit oleh pihak terkait (FGAH) dan karena kreditnya macet, maka dana hasil penjualan surat-surat berharga milik Bank Century tersebut di set-off oleh bank.
- Pemberian kredit fiktif senilai Rp 397,97 miliar kepada pihak terkait dan pemberian L/C fiktif sebesar US$ 75,5 juta.
- Surat-surat berharga milik Bank Century senilai US$ 45 juta yang telah jatuh tempo tidak diterima hasilnya oleh Bank Century karena surat berharga tersebut masih dikuasai oleh salah satu pemegang saham.
- Manajemen Bank Century diduga melakukan pengeluaran biaya-biaya fiktif senilai Rp 209,80 miliar dan US$ 4,72 juta sejak tahun 2004 hingga Oktober 2008.
(dru/qom)