BI Tak Punya 'Daftar Orang Tercela' Pemilik Bank

BI Tak Punya 'Daftar Orang Tercela' Pemilik Bank

- detikFinance
Rabu, 06 Okt 2010 14:37 WIB
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengaku tak memiliki istilah Daftar Orang Tercela (DOT) yang diberikan kepada seseorang yang pernah menjadi pemegang saham dan pemilik sebuah bank yang pernah bermasalah.

"Tidak ada istilah DOT di Bank Indonesia," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad ketika ditemui usai disela diskusi mengenai pengawasan perbankan di Hotel Nikko, Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu (6/10/2010).

Menurut Muliaman, orang yang pernah bermasalah dalam memegang bank nantiya dimasukkan dalam sebuah daftar dimana akan digunakan sebagai acuan dalam melakukan test uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada daftar dengan istilah tidak lulus dan lulus sementara," katanya.

Bagi yang tidak lulus, lanjut Muliaman berarti tidak lagi bisa memiliki sebuah bank sampai adanya batas waktu yang ditentukan. Mereka baru bisa memiliki bank lagi jika telah lulus uji kepatutan dan kelayakan.

"Nantinya pemilik akan dilihat kembali komitmennya dan dilakukan fit and proper kembali,' tegasnya.

Lebih lanjut Muliaman mengatakan bank sentral memegang banyak nama seseorang yang pernah menjadi pemilik sebuah bank yang bermasalah.

"Ada banyak, tapi sifatnya rahasia," tegas Muliaman.

Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi masuknya kembali Mochtar Riady melalui Grup Lippo ke perbankan setelah mengakuisisi Bank Nationalnobu atau Bank Nobu.

Pada tahun 1999, Mochtar Riady yang memiliki Bank Lippo terpaksa harus melepaskan kepemilikan saham mayoritas di tersebut kepada pemerintah terkait dengan rekapitulasi aset bank bermasalah.

Pemerintah harus menggelontorkan dana Rp 6 triliun untuk menyehatkan bank itu sehingga selanjutnya menguasai 59% saham bank tersebut. BPPN selanjutnya melakukan divestasi yang dimenangkan konsorsium Swissasia Global dengan nilai Rp 1,25 triliun. Namun selanjutnya Swissasia melepas kepemilikannya di Bank Lippo kepada Khazanah Berhard, Malaysia senilai US$ 350 juta.

Namun seiring kebijakan kepemilikan tunggal (Single Presence Policy), Khazanah yang juga memiliki Bank Niaga akhirnya melebur kedua bank tersebut menjadi Bank CIMB Niaga.
(dru/qom)

Hide Ads