Perlu diketahui, GBI telah belum bisa mengembalikan dana yang jumlahnya hingga Rp 1,2 triliun atas 2.500 nasabah GBI yang telah menyuntikkan dana melalui investasi gadai emas.
Daveena, salah satu nasabah GBI mengaku, pihaknya akan terus meminta perlindungan hukum dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai salah satu otoritas perusahaan investasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, pihaknya sebagai perwakilan dari nasabah lain akan terus memperjuangkan hak-haknya untuk bisa kembali mendapatkan dana mereka. Rencananya, kata dia, pihaknya juga akan mengadu ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk meminta penjelasan atas sertifikasi halal terhadap investasi emas milik GBI.
“Selain OJK, BI, nanti juga akan ke MUI. Mau minta penjelasan, katanya ini sudah ada sertifikasi halal dan aman tapi nyatanya malah ketipu,” ujarnya.
GBI menawarkan dua skema investasi. Skema emas fisik dan gadai melalui pembiayaan kepemilikan emas. Nah, skema kedua yang jadi masalah.
Nasabah menduga terjadi persekongkolan antara pihak bank dengan GBI. Pasalnya, kerjasama hanya terjadi di kantor cabang bank tertentu.
Dalam skema ini, nasabah hanya membayar 40% dari total harga emas yang dibeli. Sisanya dibayar oleh bank dan nasabah diberikan surat bukti gadai serta kontrak dari GBI.
Kontrak gadai emas itu berlaku selama empat bulan dan tiap bulannya nasabah dapat dividen 2,5% dari harga emas yang dibeli meski emasnya dipegang oleh bank. Pembayaran dividen ini sudah berhenti sejak April 2013 sehingga membuat nasabah ketar-ketir.
Menurut Kepala Eksekutif Perlindungan Nasabah OJK Kusumaningtuti Sandrihamry Soetiono, nasabah GBI sudah mendatangi kantornya untuk menjelaskan permasalahan investasinya tersebut.
"Ada nasabah Gold Bullion yang datang untuk mengadukan investasinya. Permasalahan sudah ditangani satgas," ujarnya.
(ang/ang)