52% Rumah Tangga di Indonesia Tak Punya Tabungan

52% Rumah Tangga di Indonesia Tak Punya Tabungan

- detikFinance
Jumat, 07 Nov 2014 10:40 WIB
Surabaya - Bank Indonesia (BI) mencatat masih minimnya masyarakat Indonesia yang terakses sistem keuangan. Lebih dari setengah dari total rumah tangga di Indonesia belum punya tabungan sama sekali. Akses yang sulit ke sektor keuangan menjadi penyebabnya.

Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menyebutkan, hasil survey neraca rumah tangga BI tahun 2012, hanya 48% dari total rumah tangga di Indonesia yang punya tabungan di bank, lembaga keuangan non bank, dan non lembaga keuangan.

Dengan kata lain, masih ada 52% rumah tangga di Indonesia yang belum memiliki tabungan sama sekali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini sejalan dengan survey World Bank tahun 2010 yang menyebutkan, di Indonesia akses terhadap jasa keuangan formal hanya tersedia bagi setengah penduduk Indonesia. 32% dari penduduk Indonesia bahkan tidak memiliki tabungan baik di sektor formal maupun informal dan masuk ke dalam kategori financially excluded.

"Banyak alasan mengapa masih terdapat kelompok masyarakat yang belum memiliki akses kepada perbankan atau lembaga keuangan, salah satunya karena alasan jarak yang jauh dari tempat tinggak ke kantor bank," ujar Halim saat acara seminar Peranan Islamic Financial Inclusion Dalam Mendorong Pembangunan Ekonomi dan Upaya Pengentasan Kemiskinan, di Dyandra Convention Center, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (7/11/2014).

Halim menjelaskan, dari sisi financial literacy survey BI di tahun 2012 serta hasil survey World Bank tahun 2010 memberikan kesimpulan bahwa masih diperlukan peningkatan pengetahuan keuangan dan perbankan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Dia mengungkapkan, masih banyak masyarakat Indonesia merasa kesulitan mengakses layanan perbankan baik dalam bentuk tabungan maupun perolehan kredit.

"Alasannya jarak ang jauh, produk yang ditawarkan tidak sesuai, informasi tidak dipahami, pendapatan rendah, tidak punya identitas, dan mereka menganggap kalau bank atau lembaga keuangan bukan untuk masyarakat kecil," jelas dia.

Hal ini, kata Halim, harus mendapat perhatian khusus karena terdapat potensi besar untuk peningkatan kesejahteraan melalui pertumbuhan ekonomi.

Halim menyebutkan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 5 tahun terakhir berkisar di level 6%. Pencapaian ini cukup membanggakan di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian global. Tapi manfaat pertumbuhan ini tenryata lebih banyak dinikmati oleh kelompok menengah atas dan tidak berdampak signifikan pada kelompok miskin.

Meskipun jumlah penduduk miskin mengalami penurunan menurut data BPS pada Maret 2014 dari 32 juta jiwa di tahun 2009 menjadi 28 juta jiwa di 2014, namun delta penurunannya semakin kecil.

"Kondisi ini meyakinkan BI akan perlunya kebijakan keuangan inklusif dan perlu melibatkan beberapa kementerian dan institusi agar optimal," pungkasnya.

(drk/ang)

Hide Ads