Kejahatan phishing adalah bentuk penipuan yang dicirikan dengan percobaan untuk mendapatkan informasi penting, seperti kata sandi dan kartu kredit, dengan menyamar sebagai orang atau bisnis yang terpercaya dalam sebuah komunikasi elektronik resmi, seperti surat elektronik atau pesan instan.
Modus ini sebelumnya dapat diatasi dengan meningkatkan security system dan pengamanan multifactor, melalui konfirmasi SMS atau penggunaan token. Namun yang terjadi belakangan ini, memanfaatkan celah jaringan internet, karena komputer atau alat komunikasi nasabah terkena virus atau ditanami trojan atau juga alat komunikasi yang disadap, sehingga para penyerang bisa tahu nomor otentifikasinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Pencurian Data Internet Banking Marak
|
Salah satu yang marak terjadi adalah melalui teknik phishing.
"Dewasa ini semakin meningkat kejahatan yang kita sebut sebagai 'kerah putih'. Sejalannya semakin canggihnya teknologi informasi. Jadi kejahatan internet itu menerpa konsumen perbankan," kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono.
Kejahatan seperti ini tidak hanya merugikan nasabah, tapi juga perbankan itu sendiri bersama lembaga keuangan lainnya. "Nasabah itu terkelabui, dikira layar yang terpampang itu adalah layar lembaga keuangan, padahal bukan. Jadi mereka ikuti panduan dan secara tidak sengaja datanya terambil dan tanpa disadari dananya diambil," ujarnya.
Jika ini terjadi, maka nasabah harus segera melakukan antisipasi, caranya dengan menelepon bank dan memblokir rekening. Selain itu, OJK juga meminta setiap transaksi internet banking tidak dilakukan di sembarang komputer.
"Dalam melakukan transaksi tidak dengan komputer umum, itu pasti berbahaya. Kemudian, password atau PIN setiap kali itu di-update. Kalau ada hal-hal yang mencurigakan itu segera dilaporkan kepada banknya sehingga segera ditanggulangi," ujar wanita yang akrab disapa Titu ini.
2. Sering Buka Situs Porno, Uang Bisa Bobol
|
Sebab, tidak jarang situs esek-esek tersebut menyelipkan virus yang bisa menjangkiti alat komunikasi konsumen. Virus tersebut biasanya dikirim oleh penjahat cyber yang ingin mencuri data penting milik nasabah.
"Jadi hati-hatilah saat buka situs porno. Biasanya masuk lewat itu. Ketika kita kemudian bertransaksi, data kita akan bisa diambil," ungkap Sondang.
Selain itu, virus juga bisa masuk melalui akses mobile hotspot. Meskipun, Sondang mengakui banyak masyarakat yang tidak terlalu peduli akan hal tersebut.
"Kan misalnya kita lagi di suatu tempat, terus komputer atau tablet disambungkan ke wifi atau bluetooth lain. Itu data kita juga kemudian bisa diambil," jelasnya.
Selain itu adalah seringnya konsumen menggunakan komputer umum untuk bertransaksi juga perlu diwaspadai. Misalnya, pembelian tiket pesawat secara online, belanja online dan yang lainnya.
"Kalau pakai komputer umum atau di warnet itu data kita bisa dicuri datanya. Harus hati-hati," tegas Sondang.
3. Ganti PIN Berkala
|
βMasyarakat hendaknya tidak bertransaksi menggunakan komputer yang digunakan di tempat umum. Komputer yang digunakan untuk bertranskasi perlu di-upgrade dengan anti virus secara berkala, mengganti PIN atau password, serta tidak mudah memberikan data pribadi dan nama ibu kandung,β kata wanita yang akrab disapa Titu ini.
Menurutnya, OJK sudah meminta kepada setiap bank untuk mengaudit ulang pengamanan IT yang mendukung fasilitas internet banking termasuk melakukan pemblokiran otomatis jika dapat diidentifikasi komputer yang digunakan nasabah sudah terdeteksi terkena virus.
Masyarakat tidak perlu panik, bila bank memblokir rekening nasabahnya karena bank akan mengedukasi dan mengkonfirmasikan serta membuka kembali blokir setelah nasabah juga melakukan berbagai tahapan yang harus dilakukan untuk pengamanan.
Beberapa bank sudah berhasil melakukan pemblokiran, karena kerjasama antarbank yang segera melakukan pemblokiran baik pada rekening pengirim maupun rekening penerima.
"OJK meminta setiap bank segera merespons identifikasi satu bank lainnya jika patut diduga adanya kejahatan internet banking. Hal ini penting agar bank masih bisa menyelamatkan dana nasabah dan bank tidak menjadi korban karena kejahatan ini," kata wanita yang akrab disapa Titu ini.
4. Selalu Simpan Contact Center
|
Email yang dikirim biasanya permintaan untuk memperbarui data nasabah mengatasnamakan salah satu bank. Si pelaku memberikan tautan (link) khusus.
Link tersebut akan membuka halaman situs yang mirip dengan tampilan situs resmi bank yang bersangkutan. Di situ nasabah diminta memasukan berbagai data, mulai dari nomor rekening sampai PIN.
Nasabah yang tidak sadar dengan sukarela akan mengisi data-data tersebut. Ketika ini terjadi, maka si pelaku sudah sukses mendapatkan data nasabah.
Solusi ketika menghadapi persoalan ini adalah secepatnya menghubungi contact center bank yang bersangkutan. Jadi nasabah harus memiliki nomor layanan pelanggan bank.
"Simpan contact center bank masing-masing, jadi kalau ada apa-apa langsung telepon," kata Head of Halo BCA Nathalya Wani Sabu.
Bank, lanjut Nathalya, bisa melihat alur transaksi yang terjadi. Bila ada transaksi yang dinilai janggal, maka bank berhak menunda transaksi selama 5 hari kerja.
"Dari customer service itu bisa melihat. Kita boleh melakukan penundaan transaksi selama 5 hari kerja bila ada pengaduan," jelasnya.
Dengan demikian, tambah Nathalya, nasabah akan terhindar dari kerugian. Bank juga sekaligus bisa melacak pelaku kejahatan untuk dapat diproses secara hukum.
"Pas telepon, cepat-cepat itu dana bisa segera dikembalikan dan rekening bisa juga diblokir dengan cepat," tegasnya.
5. Bank Harus Ganti Uang Nasabah
|
"Seharusnya kan secepat mungkin dilaporkan ke bank oleh korban. Tapi kembali lagi pada masing-masing kebijakan bank. Tapi kita kan untuk perlindungan konsumen kalau bisa apabila di luar kelalaian nasabah itu cepat diganti oleh bank," kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJ) Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono.
Menurutnya, nasabah yang kehilangan dana merupakan korban kejahatan. Maka dari itu sebaiknya pihak perbankan bisa memberikan kompensasi atas kerugian dari kejahatan tersebut.
"Sekarang in bank tidak berkewajiban. Tidak tertulis, hanya kebijakan dari masing-masing bank. Tapi cepat mengganti lebih baik, itu juga kan bukan kesalahan dari konsumen. Kecuali konsumennya juga lalai," ujar wanita yang akrab disapa Titu.
Saat ini OJK sudah banyak menerima laporan soalnya hilangnya dana nasabah di bank. Nasabah diminta waspada, karena kadang pencurian data terjadi karena memang diberikan secara sukarela oleh nasabah yang bersangkutan.
"Cukup banyak laporannya, terutama bank-bank di sistem pembayarannya, kan itu memang frekuensi tinggi di sistem pembayaran. Rupanya itu yang menjadi sasaran pelaku. Sekarang kita lebih berhati-hati. Memang kegiatan yang gunakan teknologi secara simultan dilakukan oleh pelaku yang cerdas. Maka kembali lagi nasabah harus diingatkan, dari waktu ke waktu tetap saja harus waspada," imbuhnya.
Selain sistem pembayaran dalam negeri yang sering jadi sasaran hacker, OJK juga masih harus menanggulangi maraknya penawaran investasi ilegal.
Halaman 2 dari 6