Layanan tanpa kantor tersebut bisa melayani masyarakat yang tinggal jauh dari bank secara online. Agen Laku Pandai ini bisa siapa saja mulai dari ibu rumah tangga, pedagang warung, agen pulsa, bidan, dan lainnya.
"Tahun depan kita targetkan ada 300.000 agen. Mudah-mudahan target ambisius ini bisa tercapai dengan lebih banyaknya bank yang bergabung. Bank yang punya anak usaha misalnya pembiayaan atau sister dengan pabrik terigu bisa penjual-penjualnya ikut jadi agen Laku Pandai. Pegadaian juga bisa bergabung," ungkap Muliaman D Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK ditemui usai Launching Laku Pandai dan SimPel Bankaltim di SMAN 1 Sambajo, Kabupaten Kutai Kartanegara, Selasa (15/12/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wilayah Indonesia bagian timur akan menjadi fokus OJK menggarap Laku Pandai dengan menggandeng lebih banyak Bank Pembangunan Daerah (BPD).
"Saya memprioritaskan Indonesia timur untuk menjalankan Laku Pandai. Saya ingin agar BPD betul-betul terasa manfaatnya. BPD mestinya jadi tuan rumah dan inisiator di daerahnya. Tidak hanya tingkat provinsi tapi juga sampai ke tingkat kabupaten," jelas Muliaman.
Selain menambah agen, Muliaman berpesan dalam jangka panjang bank bisa menjaga agen-agennya agar bertanggung jawab dan bisa melayani masyarakat dengan baik.
"Bank dalam jangka panjang harus menjaga behaviour agen supaya bertanggung jawab dan tidak lari. Ditakutkan ada oknum yang akan merusak citra bank. Gara-gara satu orang bisa kena semua agen. Jadi harus ada pembinaan agen," tambahnya.
Nasabah Laku Pandai, kata Muliaman tidak perlu khawatir dengan keamanan bertransaksi dengan agen. Sebab di alat yang dipegang agen beserta aplikasi Laku Pandai sudah ada mekanisme untuk mengunci akun nasabah jika terjadi masalah. Laku Pandai pada pelaksanaannya tidak jauh berbeda dengan layanan internet banking.
Muliaman berharap, kendala-kendala agen untuk menjalankan tugasnya bisa diatasi oleh bank. Bank-bank yang belum bergabung menjalankan program Laku Pandai beralasan belum punya dukungan perangkat dan sistem IT. Padahal perangkat IT bisa disediakan dengan bekerja sama dengan pihak penyedia IT sehingga tidak perlu bank tidak perlu keluar modal besar.
"Kendala di tingkat agen memang soal listrik di daerah yang masih byar-pet dan sinyal. Jadi kalau mau transaksi, agen harus geser cari sinyal. Kalau dari segi bank, seolah-olah harus punya fasilitas IT dan staf sendiri. Sebenarnya tidak perlu. Contohnya BPD Kaltim yang kerjasama dengan Lintasarta dan BPD Net dari Asbanda," ujarnya.
(ang/ang)