Ekonom INDEF, Dzulfian Syafrian memaparkan setidaknya tiga indikator ekonomi yang memperkuat alasan penurunan BI Rate tersebut:
- Selisih antara inflasi dan BI Rate sudah terlalu lebar. Padahal selama 2015, inflasi Indonesia tergolong cukup rendah.
- Nilai tukar rupiah juga tergolong stabil, cenderung menguat belakangan ini. Hal ini menunjukkan kekhawatiran BI akan capital outflow (modal keluar) berlebihan.
- Tren negara-negara di dunia, kecuali AS, memang sedang memotong suku bunganya. Bahkan banyak negara, seperti Jepang, Denmark, Swedia, menerapkan kebijakan suku bunga negatif (negative interest rate policy) atau suku bunga kurang dari 0 (nol) persen, dalam rangka memberikan stimulus pada perekonomian mereka yang sedang mandek, bahkan berpotensi resesi.
"Oleh karena itu, penurunan BI Rate ini sudah tepat karena memang ini yang harus dilakukan BI. Bahkan, jika indikator-indikator di atas seperti yang saya jelaskan masih tetap terjadi, ada peluang bagi BI untul terus memangkas suku bunganya," jelas Dzulfian kepada detikFinance, Kamis (18/2/2016).
Kandidat Doktor Durham University Business School-Inggris ini mengatakan, pemotongan suku bunga acuan seperti saat ini akan berdampak positif bagi perekomian yang sedang lesu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT











































