10 Bank Sepakati Transaksi Repo, Ini Manfaatnya

10 Bank Sepakati Transaksi Repo, Ini Manfaatnya

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Kamis, 25 Agu 2016 13:07 WIB
Foto: Ardan Adhi Chandra
Jakarta - Bank Indonesia (BI) tengah gencar mengajak perbankan lebih aktif melakukan transaksi Repurchase Agreement (Repo) atau transaksi gadai bersyarat antar bank.

Transaksi antar bank ini kurang diminati karena banyaknya pra syarat yang harus dipenuhi oleh bank pemohon yang ingin menjual surat utangnya. Dengan adanya perjanjian Global Master Repurchase Agreement (GMRA) diharapkan dapat menggairahkan transaksi repo antar bank.

Hari ini 10 bank nasional dan asing ikut menandatangani perjanjian GMRA yang terdiri dari 4 bank nasional dan 6 bank asing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Empat bank lokal yang ikut menandatangani perjanjian GMRA antara lain, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BCA, dan Bank BNI. Kemudian 6 bank asing yang ikut dalam penandatanganan ini, yaitu Standard Chartered Bank, Bank DBS, Bank Mizuho Indonesia, JP Morgan, Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, dan Bank ANZ.

Dengan demikian sudah ada 65 bank yang menyepakati dapat melakukan transaksi repo atau surat utangnya antar bank.

"Kita saksikan penandatanganan antara 4 bank, Mandiri, BCA, BNI, BRI, dan 6 bank yang kategorinya asing yang mayoritas dimiliki asing. Kenapa hal ini menjadi penting dan harus dibuat suatu seremoni, karena transaksi di pasar uang Indonesia ini masih belum match, antara yang punya kelebihan likuiditas jangka pendek dengan yang membutuhkan likudiitas jangka pendek," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara di Gedung Thamrin Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (25/8/2016).

Menurut Mirza koneksi antara bank yang kelebihan likuiditas dan yang membutuhkan likuiditas sering kali tidak bertemu pada satu titik. Akibatnya bank yang memiliki kelebihan likuiditas menyimpan dananya lewat instrumen di Bank Indonesia yang mencapai Rp 350 triliun.

"Tetapi bank sentral mendapat limpahan likuiditas dari kalian. Sebetulnya kan tidak perlu, kira-kira ada sekitar kalau 2 tahun akses likuiditas jangka pendek dengan overnight hingga satu tahun itu antara Rp 150-200 triliun, saat ini antara Rp 300-350 triliun. Penyedia likuiditas kok dikasih likuiditas yang perlu itu bank yang ada di sini," tutur Mirza.

Lewat perjanjian GMRA, 65 bank di Indonesia diharapkan dapat saling menemukan ruang untuk menyimpan kelebihan likuiditasnya dan juga menjual surat berharganya.

"Alangkah baiknya likuiditas itu diberikan surat berharga lain, misalnya SBN kan ada likuiditas yang overnight sampai satu tahun. Kalau itu bisa ditempatkan di SBN, sebenarnya ada yang mau membeli, atau ditempatkan di pasar uang, atau disekolahkan SBN yang sudah dimiliki untuk dapat likuiditas, nyekolahin SBN itu yang kita lakukan hari ini," tutur Mirza.

Namun, dari 65 bank yang sudah menyepakati transaksi antar bank, baru 27 bank yang sudah melakukan transaksi repo. Lewat perjanjian ini diharapkan kepercayaan antar bank di Indonesia dalam melakukan transaksi keuangan dapat meningkat. Sehingga likuiditas antar bank dapat lebih cair dibandingkan dengan menaruh kelebihan likuiditasnya di BI.

"Jadi ayo kita build ini saling percaya. Sekarang sudah ada kolateralnya, kita pakai repo, sudah ada agreement-nya, launching soal sudah dilakukan, dan sekarang saatnya kita implementasikan, agar transaksi repo terealisasi," tambahnya," ucap Mirza. (ang/ang)

Hide Ads