Pinjaman Online Diatur OJK, Bagaimana Bunganya?

Pinjaman Online Diatur OJK, Bagaimana Bunganya?

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Selasa, 10 Jan 2017 19:25 WIB
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan mengenai pinjam meminjam pada layanan digital dengan skema peer to peer (P2P) lending atau penyelenggara bisnis pinjaman dari pengguna ke pengguna. Dalam aturan ini, perusahaan P2P Lending akan diberi kesempatan untuk mendaftarkan perusahaannya ke OJK dengan berbagai syarat.

Dalam peraturan tersebut, OJK tidak menentukan besaran bunga yang dipatok oleh kreditur kepada debitur dalam melakukan pengembalian pinjaman. OJK juga tidak menyebutkan batas bunga yang dibolehkan dalam bisnis P2P Lending lantaran bisnis ini memiliki risiko kredit yang tinggi.

Dalam pasal 17 yang tertuang pada POJK Nomor 77 /POJK.01/2016, disebutkan bahwa penyelenggara memberikan masukan atas suku bunga yang ditawarkan oleh Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman dengan mempertimbangkan kewajaran dan perkembangan perekonomian nasional. Namun OJK meminta perusahaan Fintech mengutip bunga secara rasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bunga itu refleksi dari kesepakatan antara kedua pihak (debitur dan krediturl, biaya yang timbul dari proses pinjam meminjam uang dan resikonya. Di dalam POJK, kita tidak atur secara eksplisit. Tapi bunganya harus wajar dan berkontribusi bagi perekonomian nasional. Jangan sampai seperti rentenir," kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis IA OJK, Imansyah dalam jumpa pers di Gedung OJK, Jakarta, Selasa (10/1/2016).

Namun demikian, OJK memperbolehkan perusahaan Fintech bekerja sama dengan lembaga rating seperti Pefindo untuk menilai kelayakan debitur. Selain itu, perusahaan Fintech juga diperbolehkan mengakses Sistem Debitur Indonesia (SDI) untuk mengetahui profil debitur dalam mengajukan pinjaman.

"Besaran bunga kalau udah ketahuan ratingnya, kalau rating bagus berarti suku bunga enggak harus besar, karena profil risiko rendah," tambah Imansyah.

Selain itu, dalam peraturan tersebut, OJK juga membatasi nominal pinjaman yang bisa diberikan oleh perusahaan Fintech. Otoritas memberikan plafon pinjaman yakni maksimal Rp 2 miliar untuk setiap penerima pinjaman atau debitur.

Sebagai informasi, pertumbuhan jumlah penyelenggara Fintech start-up di tahun 2016 telah meningkat sekitar tiga kali lipat dari sekitar 51 perusahaan pada triwulan I 2016 menjadi 135 perusahaan pada triwulan IV 2016.

Pertumbuhan yang sangat cepat ini perlu diantisipasi untuk melindungi kepentingan konsumen terkait keamanan dana dan data, serta kepentingan nasional terkait pencegahan pencucian uang hingga pendanaan terorisme. (dna/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads