"Selama tahun 2016, secara point to point Rupiah telah menguat sebesar 2,32% (ytd) terutama didukung oleh persepsi positif investor terhadap perekonomian domestik yang mendorong aliran dana masuk," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Tirta Segara di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Tekanan terberat terhadap rupiah datang ketika Donald Trump menjadi Presiden AS. Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian dan menimbulkan gejolak pada pasar keuangan. Meskipun tekanan tersebut cukup cepat mereda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di samping itu juga ada aliran dana yang masuk pasca penerbitan Surat Utang Negara (SUN) oleh pemerintah. Tirta menuturkan, BI akan tetap waspadai berbagai risiko ke depan. Terutama yang bersumber dari eksternal.
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mewaspadai risiko ketidakpastian keuangan global dan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai fundamental dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar," ujar Tirta.
Pada sisi lain Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2016 diperkirakan mencatat surplus yang cukup besar dan defisit transaksi berjalan yang lebih rendah. NPI diperkirakan mengalami surplus, terutama ditopang oleh transaksi modal dan finansial yang mencatat surplus cukup besar dan membaiknya kinerja ekspor.
Sementara itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan cukup rendah di bawah 2%, ditopang oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang cukup besar seiring dengan kinerja ekspor yang membaik. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2016 tercatat sebesar US$ 116,4 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir November 2016 yang sebesar US$ 111,5 miliar.
"Posisi cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai 8,8 bulan impor atau 8,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," pungkasnya. (mkj/ang)