Bagaimana dengan tahun ini?
Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Juda Agung menjelaskan memasuki periode 2017 ada ketidakpastian yang harus dilewati banyak negara, termasuk Indonesia. Adalah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) yang memiliki berbagai rencana kebijakan kontroversial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi itu sangat mempengaruhi ekspektasi investor, terutama terhadap suku bunga acuan AS atau fed fund rate. Dari yang awalnya diperkirakan kenaikan terjadi dua kali, bisa terjadi sebanyak 3-4 kali. Sehingga ruang BI untuk menurunkan suku bunga acuan menjadi terbatas.
"Ruang BI untuk turunin suku bunga, terbatas," ungkap Juda di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Senin (31/1/2017).
Hal lain yang menjadi faktor keterbatasan penurunan suku bunga adalah inflasi. Akibat beberapa kebijakan pemerintah, inflasi diperkirakan mencapai 4% atau lebih tinggi dari 2016 yaitu sebesar 3,02%. "Inflasi memang ada sedikit tekanan karena pemeintah melakukan penyesuaian harga tarif listrik," imbuhnya.
Meski demikian, suku bunga perbankan masih ada potensi untuk turun lebih rendah. Menurut Juda, efek dari kebijakan moneter BI tahun lalu belum sepenuhnya terlihat ke perbankan. "BI sudah turunin 150 basis poin, suku bunga deposito msh turun 122 basis poin, suku bunga kredit turun 75 basis poin artinya transmisi dari kebijakan moneter belum komplit," paparnya.
Juda menuturkan, ke depan BI tetap berfokus pada penyediaan likuiditas perbankan. Berbagai kebijakan akan disusun sebagai antisipasi berbagai kebijakan yang mungkin terjadi. "Kita akan sediakan likuiditas, kalo likuiditasnya kurang, kita akan longgaran apabila diperlukan jadi memang kita nggak ingin proses pelonggaran yang kemarin terjadi itu sia-sia," tegas Juda.
(mkj/mca)











































