RI Bukan Negara yang Dianggap Curangi Trump

RI Bukan Negara yang Dianggap Curangi Trump

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 05 Apr 2017 13:44 WIB
RI Bukan Negara yang Dianggap Curangi Trump
Foto: REUTERS/Jim Lo Scalzo/Pool
Jakarta - Indonesia mestinya tidak masuk dalam daftar negara-negara yang dianggap mencurangi Amerika Serikat (AS) dari sisi perdagangan hingga kemudian menyebabkan industri dalam negeri AS mati.

Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (5/4/2017).

Presiden AS Donald Trump baru-baru ini telah menerbitkan executive order atau aturan baru yang tujuannya menyelidiki negara-negara mitra dagangnya yang menyebabkan neraca perdagangan AS defisit, termasuk Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mirza menjelaskan, ada tiga kriteria yang dianggap negara mitra dagang benar-benar merugikan neraca perdagangan AS defisit.

Baca juga: JK: Trump Tidak Bisa Bilang Indonesia Curang

Pertama, kata Mirza, surplus terhadap AS tidak boleh lebih dari US$ 20 miliar. Sementara Indonesia hanya surplus US$ 13 miliar. Kedua, negara mitra surplus dalam sektor barang dan jasa, yang di mana Indonesia masih defisit untuk jasa.

Ketiga, kata Mirza, negara yang melakukan intervensi pada kurs dengan satu arah secara terus menerus selama satu tahun. Ini akan membuat nilai tukar pada negara tersebut melemah dan harga barang yang diekspor ke AS menjadi lebih murah.

Indonesia juga melakukan intervensi terhadap nilai tukar. Hanya saja, kata Mirza, BI akan melakukan intervensi jika terjadi gejolak agar rupiah tetap stabil.

"Jadi dari tiga kriteria itu, Indonesia harusnya tidak masuk. Tapi pemerintah harus terus cermati AS, karena dari executive order itu selama tiga bulan itu akan keluar report, omnibus report, akan keluar report dari pertahanan AS, mengenai negara yang dianggap melakukan unfair subsidies," kata Mirza.

Baca juga: Tanggapan Darmin Hingga Sri Mulyani Soal Sikap Dagang Trump

Dia mengimbau, kepada Kementerian Perdagangan untuk memonitor terus perkembangan dari executive order yang diterbitkan Donald Trump.

"Yang paling berkepentingan itu temen-temen-temen Kemendag yang harus lakukan monitoring. BI juga monitoring karena terkait kurs," tandasnya. (mkj/mkj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads