OJK: Penyelamatan Bank Tak Lagi Tunggu Sampai Memburuk

OJK: Penyelamatan Bank Tak Lagi Tunggu Sampai Memburuk

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Rabu, 05 Apr 2017 18:36 WIB
OJK: Penyelamatan Bank Tak Lagi Tunggu Sampai Memburuk
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan tingkat status pengawasan bank agar dapat mengantisipasi apabila kondisi krisis terjadi dan bisa segera dilakukan pengawasan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Hal ini diatur dalam POJK 14/03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum. Ketentuan ini memuat aturan mengenai penanganan permasalahan bank, baik penanganan terhadap bank sistemik maupun penanganan terhadap bank selain bank sistemik.

"Bagi bank sistemik atau bank besar, jika kondisi bank semakin memburuk dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (pengawasan intensif atau khusus), maka OJK akan meminta penyelenggaraan Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk menetapkan langkah penanganan permasalahan bank sistemik," kata Trisnawati Gani, Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK di Kantornya, Jakarta, Rabu (5/4/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sedangkan bagi bank selain bank sistemik, dalam hal kondisi bank semakin memburuk dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, maka OJK akan menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk melakukan penanganan yang diperlukan terhadap bank tersebut," sambungnya.

Baca juga: Aturan Baru OJK Pastikan Cerita Pahit Bank Century Tak Terulang

Adapun jangka waktu Bank dalam pengawasan intensif akan dilakukan paling lama satu tahun sejak tanggal surat pemberitahuan OJK dan bisa diperpanjang paling banyak satu kali dan paling lama satu tahun.

Sedangkan untuk Bank yang ditetapkan dalam pengawasan khusus, jangka waktunya paling lama tiga bulan sejak tanggal surat pemberitahuan OJK. Untuk itu, bank dalam pengawasan khusus nantinya wajib melakukan penambahan modal untuk memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum atau kewajiban pemenuhan giro wajib minimum sesuai dengan ketentuan.

Baca juga: OJK Terbitkan 3 Aturan Baru untuk Cegah Krisis

Sedangkan bagi bank sistemik yang dalam pengawasan intensif, selain wajib melaksanakan tindakan pengawasan yang diperintahkan oleh OJK, juga wajib menerapkan rencana aksi (recovery plan) yang diatur dalam peraturan selanjutnya, guna mengatasi permasalahan keuangan.

"Ini supaya koordinasi lebih awal disampaikan ke LPS, bukan pas bank kadung memburuk. Itu substansi di aturan exit policy," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Nelson Tampubolon dalam kesempatan yang sama.

Bank Perantara

Dalam POJK yang diterbitkan, diatur mengenai prosedur pendirian Bank Perantara, mulai dari proses pendirian, operasional, dan pengakhiran Bank Perantara.

Bank Perantara hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah mendapat izin dari OJK. Bank Perantara juga hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh satu institusi saja, yakni Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Selain itu ada beberapa pengecualian yang diterapkan dalam aturan ini. Misalnya, tidak berlakunya ketentuan mengenai batas maksimum kepemilikan saham bank. Kepemilikan saham pada Bank Perantara dikecualikan dari ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Batas Maksimum Kepemilikan Saham. Sehingga kepemilikan saham bisa lebih dari 40%.

Bank Perantara dalam operasionalnya juga dapat menggunakan infrastruktur dari Bank asal, mulai dari jaringan kantor, sumber daya manusia, informasi teknologi, prosedur kerja, dan lain lain.

"Bridge bank atau bank perantara ini harus bank yang sangat sehat karena akan menampung aset dan liabilitas yang baik dari bank yang sistemik tadi, bank yang nilai jualnya sangat tinggi. Tapi LPS tidak boleh pegang lama-lama sebagai pemegang saham. Bank biasa bisa jadi bank perantara, kalau lebih murah menyelamatkan bank dibandingkan menutup bank itu dilakukan," jelas Nelson. (mkj/mkj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads