Proyeksi BI Soal Kebijakan Moneter AS di Era Trump

Proyeksi BI Soal Kebijakan Moneter AS di Era Trump

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 05 Apr 2017 22:37 WIB
Proyeksi BI Soal Kebijakan Moneter AS di Era Trump
Foto: Hendra Kusuma/detikFinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump akan mengetatkan kebijakan moneternya. Hal tersebut diungkapkan Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, pada saat acara The Impact of Trumponomics on Indonesia di Museum Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (5/4/2017).

Mirza mengatakan, Trumponomics merupakan istilah baru bagi Indonesia, mengenai kebijakan Trump, khususnya di bidang moneter. Perekonomian Indonesia akan dihadapkan pada situasi ketidakpastian, sama seperti halnya di 2016 saat terjadi British Exit (Brexit).

"Amerika akan terus ketatkan policy, dan menerbitkan kebijakan yang revolusioner," kata Mirza.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Melacak Fakta Perdagangan RI-AS yang Dianggap Curang Trump

Pengetatan kebijakan sudah dimulai sejak Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) sebesar 0,25% yang diduga akan terus berlanjut lagi tren kenaikkannya hingga akhir 2017.

"Jika AS target inflasi 2% minimum, normal rate of ineterst FFR harus sekitar 2%. Kalau kita asumsi AS interest rate 2%, kita harus persiapkan diri. Ada era di mana suku bunga acuan AS berada di kisaran 5% belum lama ini," tambahnya.

Mirza menuturkan, suku bunga acuan AS pernah mencapai 6% pada saat era dotcom bubble alias sektor internet negeri Paman Sam merajalela pada tahun 2000-an. Namun, pada saat krisis global suku bunga acuan turun ke 0,25%.

Tidak hanya itu, pengetatan kebijakan moneter AS juga dilakukan dengan diterbitkannya executive order mengenai sektor perdagangan, yang intinya AS tengah melacak negara-negara mitra dagangnya yang terbukti membuat neraca perdagangannya defisit.

Mirza menyebutkan, Indonesia dapat dipastikan bukan negara yang membuat neraca perdagangan AS menjadi defisit. Meski begitu, kata dia, pemerintah harus tetap memonitor perkembangan dari kebijakan tersebut.

"Kriteria bukan kita. Tapi tentu saja kita pemerintah dan BI serta stakeholders harus monitor tentang kebijakan apa dari AS yang akan dilaporkan pada executive order," ujarnya (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads