"Posisi keuangan kami yang solid pada penghujung tahun menunjukkan kekuatan kunci dari kemampuan jalur distribusi kami yang beragam, yang didukung oleh tim Agency yang berkualitas tinggi, kemitraan distribusi yang mapan serta bisnis dana pensiun dan manajemen aset kami yang kuat," ujar Direktur & Chief Financial Officer Manulife Indonesia, Colin Startup, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/5/2017).
Dari premi bisnis baru itu, porsi terbesar diperoleh dari penjualan produk investasi yang naik 20% dari Rp 1,6 triliun di 2015 menjadi Rp 1,9 triliun, sedangkan penjualan produk asuransi melonjak 39%, dari Rp 1,3 triliun menjadi Rp 1,8 triliun.
Menurut Colin, pertumbuhan bisnis baru yang dicetak Manulife jauh di atas industri asuransi di Indonesia yang tumbuh hanya 11%. Pencapaian itu juga mendongkrak pangsa pasar bisnis baru Manulife Indonesia menjadi 4,7% dari sebelumnya sebesar 3,8% di 2015.
Dari kenaikan premi bisnis baru itu, Manulife Indonesia kini melayani lebih dari 2,3 juta nasabah. Colin mengatakan, pemantapan posisi modal yang makin kuat. Hal itu terlihat dari Risk-based Capital (RBC) sebesar 410% untuk bisnis konvensional dan 87% untuk Tabarru' Sharia. Angka itu jauh melampaui batas minimum yang disyaratkan pemerintah 120% untuk konvensional dan 30% untuk Tabarru' Sharia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sepanjang 2016, dana kelolaan Manulife naik 11%. Aset dana kelolaan sebesar Rp 55,8 triliun. Jumlah itu naik dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 50,2 teiliun. Sementara itu, total laba komprehensif berjalan konsolidasi Manulife sebesar Rp 664 miliar, turun dari 2015 yang sebesar Rp 1,19 triliun.
Colin mengatakan, pihaknya mempertahankan keyakinan kuatnya untuk membayar klaim kepada nasabah. Sepanjang 2016, Manulife Indonesia membayar klaim asuransi, nilai tunai penyerahan polis, anuitas dan manfaat lain senilai Rp 6,8 triliun. Jumlah itu naik dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 5,6 trilun.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Legowo Kusumonegoro, menilai pada 2016, ada risiko-risiko yang dilihat investor soal perekonomian dunia, terutama terkait kebijakan pemerintahan baru AS di bawah kepemimpinan Conald Trump. Tahun itu, di Indonesia juga menghangat dengan adanya Pilkada serentak, termasuk Pilkada di DKI. "Ternyata hasilnya damai-damai saja walau ada sedikit ketidaknyamanan. Tapi fondasi perekonomian Indonesia sangat kuat. Jangka panjang positif," tuturnya.
Makanya cocok bagi investor Indonesua untuk berinvestasi jangka panjang dalam bentuk saham maupun obligasi. "Dari dunia investasi tahun ini masih positif. Rupiah kita kuat. Cadangan devisa juga kuat, current account sehat," ujarnya. (wdl/wdl)