Menurutnya, pertumbuhan kredit perbankan saat ini memang tengah melambat, khususnya di bank-bank swasta yang mengalami kredit macet atau NPL (non performing loan) cukup tinggi, sehingga proyeksi tersebut menjadi realistis.
"Kalau kita lihat, bank pemerintah lebih agresif ya. Kalau bank pemerintah kan sudah di atas 10% ya. Kan ada yang 15% juga. Tapi di bank swasta kan masih hati-hati, karena masih banyak NPL yang meningkat. Jadi kalau melihat ini mungkin kisaran 10% masih realistis," katanya saat ditemui di Griya Perbanas, Jakarta, Kamis (23/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kalau melihat ini, mungkin kisaran 10% masih realistis. Untuk di atas 10% memang agak (susah). Karena masih banyak bank yang hati-hati," ujar dia.
Namun demikian, dia meyakini pertumbuhan kredit perbankan milik pemerintah mampu lebih baik dari swasta. Soal perbaikan penyaluran kredit sendiri, kata dia membutuhkan waktu mengingat adanya perbaikan harga komoditas. Pasalnya, perbaikan penyaluran kredit tak cukup hanya mengacu pada sisi moneter saja tapi juga sektor riil.
"Sektor riil ini kan lokomotif di Indonesia. Harusnya sekarang ini dengan harga komoditas membaik, harga sawit dan batubara membaik, harusnya ada impact-nya," ucapnya.
"Tetapi impact-nya terhadap pertumbuhan mungkin ada time lag. Mungkin sekitar tiga bulanan impact sebelum nanti bertransformasi kepada daya beli masyarakat. Dan kedua, juga akan ada bantuan sosial pemerintah harapannya juga di lapis bawah dengan program keluarga harapan dan rastra bisa memperkuat daya beli di level paling bawah," tukasnya. (eds/mkj)











































