Dua Defisit Melekat di RI untuk Genjot Perekonomian

Dua Defisit Melekat di RI untuk Genjot Perekonomian

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 24 Agu 2017 19:08 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Indonesia mengalami dua defisit sekaligus dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Adalah defisit transaksi berjalan dan defisit pada APBN. Kedua defisit dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Hal ini disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (24/8/2017)

Ada dua defisit yang dialami Indonesia sekarang. Pertama pada komponen transaksi berjalan alias current account, yang merupakan neraca untuk arus keluar neto barang, jasa pendapatan investasi dan transfer. Sekarang defisit transaksi berjalan 1,96% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua adalah defisit fiskal yang tergambar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setiap tahun terjadi defisit yang artinya ada penarikan utang baru bagi pemerintah. Untuk 2017 diproyeksi defisit menjadi 2,92% terhadap PDB.

"Kalau kita paksakan current account kita tidak boleh defisit atau fiskal kita tidak boleh defisit, nanti kita tidak bisa mengejar pertumbuhan ekonomi yang penting bagi kesejahteraan rakyat," jelas Agus di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (24/8/2017).

Akan tetapi, kedua defisit dipastikan tidak melebihi batas wajar, yakni 3% terhadap PDB. Untuk defisit fiskal, batas tersebut sudah tertera di dalam Undang-undang (UU).

Sementara itu, untuk defisit transaksi berjalan memang tidak ada ketentuan yang mengikat. Namun bila melebihi batas 3%, maka akan menjadi sentimen negatif bagi investor, sehingga memicu arus dana kabur dari dalam negeri.

"Kita mesti menerima kondisi defisit current account defisit, tetapi current account defisit yang tidak lebih dari nilai tertentu, yaitu 3%. Ini masih membuat ekonomi Indonesia sehat," jelasnya. (mkj/mkj)

Hide Ads