Ekonom dari PT Bank BCA (Persero) Tbk David Sumual mengatakan, BI harus tetap mewaspadai risiko dari Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed yang masih memiliki satu kali kesempatan menaikkan suku bunga acuannya.
"Karena mungkin diperkirakan akhir tahun Bank Sentral Amerika dan Eropa mulai melakukan pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga kalau AS, kalau Eropa mungkin akan melakukan kontraksi neraca keuangannya, balanced-nya," kata David saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (25/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenaikan suku bunga The Fed di akhir tahun akan berdampak terhadap aliran modal yang masuk ke negara-negara berkembang seperti Indonesia.
"Kita khawatir pengaruhnya ke aliran dana, sejauh inikan Fed naikinnya perlahan, kalau sewaktu-waktu ekonomi Amerika menguat signifikan, mereka bisa di luar ekspektasi menaikkannya dengan lebih agresif, dan itu akan pengaruhi aliran dana ke emerging market, termasuk Indonesia. Jadi pengaruhnya ke capital outflow," jelas dia.
Tidak hanya The Fed, lanjut David, faktor ketegangan di semenanjung Korea serta geopolitik di kawasan lainnya juga memberikan dampak terhadap Indonesia. Sebab, ketegangan geopolitik tersebut berdampak terhadap likuiditas global.
Selain itu, untuk imbal hasil atau yield di Indonesia akan berdampak dari penurunan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Indonesia. Namun, David percaya, bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan investasi bagi investor asing.
"Ya di dunia ini sama trennya turun, kalau dilihat Indonesia masih menarik, India cenderung turun, kita masih tinggi, Thailand dan emerging lain, kita masih yang paling tinggi," tukas dia. (mkj/mkj)