Hal tersebut diungkapkan Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Tony A Prasetiantono saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (25/9/2017).
"Lesu, penurunan itu (suku bunga) merupakan ikhtiar, karena indikator yang terkait memenuhi syarat (inflasi, kurs rupiah, cadev), tapi soal efektivitasnya saya ragu," kata Tony.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tony menjelaskan keputusan untuk menurunkan suku bunga juga tertolong oleh kondisi fundamental yang bagus. Seperti inflasi di bawah 4%, nilai tukar rupiah stabil, dan didukung oleh cadangan devisa yang tertinggi sepanjang sejarah, yakni US$ 128,8 miliar.
Perekonomian memang membutuhkan stimulus dari sisi moneter seperti penurunan suku bunga, terlebih lagi stimulus fiskal terkendala oleh penerimaan pajak yang seret.
"Jadi BI memang harus do something untuk membantu mendorong perekonomian, sesudah mereka berhasil mengendalikan inflasi serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," tambah dia.
Sementara itu, Ekonom dari PT BCA (Persero) David Samual mengatakan, penurunan suku bunga acuan yang dilakukan BI juga sudah tepat dalam rangka menggairahkan kembali perekonomian nasional yang tengah lesu.
"Iya inikan dalam rangka BI mendorong lagi, menstimulus lagi dalam perekonomian, sehingga ekonomi kembali bergairah," kata David.
Berdasarkan data, Menurut David, laju perekonomian Indonesia dan pertumbuhan kredit masih di bawah target yang telah ditentukan.
"Makanya BI melihat global dan domestik, maupun kondisi fundamental, ya memungkinkan mereka melakukan dan sudah dilakukan di kuartal III, karena kalau kuartal IV khawatirnya ada gejolak lagi," tukas dia. (mkj/mkj)