Namun, Komisi VI DPR RI mengusulkan kartu uang elektronik tersebut bisa digratiskan selamanya, tidak hanya dalam masa promosi saja.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Rico Usthavia Frans menjelaskan biaya produksi dan distribusi kartu uang elektronik sekitar Rp 30.000 untuk penerbit dengan standar yang sama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, sebenarnya kartu ini sama hal nya dengan dompet. Hanya, uang yang ada di dalamnya berbentuk elektronik. "Jadi merupakan investasi awal sebagai prasarana untuk menyimpan dan menggunakan uang elektronik," ujar dia.
Kemudian dia juga mencontohkan, handphone, kartu SIM dan pulsa. Orang tidak akan bisa menelepon jika tidak memiliki HP dan kartu SIM.
"Nah, HP atau kartu SIM nya itu adalah investasi awal pengguna untuk bisa telepon. Umumnya, dibeli sendiri dan bukan disediakan operator telekomunikasi," imbuh dia.
Rico menjelaskan, kartu SIM sebagai starter pack memiliki harga pada awal pembelian, kemudian bisa diisi ulang oleh pengguna.
"Sama seperti SIM Card, yang tidak sekali pakai langsung dibuang, kartu uang elektronik bisa diisi ulang dan dipakai berkali-kali," jelas dia.
Menurut dia, isi ulang pun bisa dilakukan dengan mudah di sejumlah tempat. Seperti ATM bank penerbit, minimarket hingga mitra bank yang bisa mengisi ulang. Bahkan sekarang ada penerbit yang menyediakan fitur ulang melalui HP NFC.
Jumlah uang elektronik beredar per Juli 2017 mencapai 69,45 juta naik 35% dibandingkan periode akhir 2016 sebanyak 51,2 juta.
Kemudian untuk volume transaksi per Juli mencapai 416,5 juta. Lalu untuk nilai transaksi per Juli 2017 mencapai Rp 3,7 triliun. Untuk infrastruktur uang elektronik dalam hal ini mesin pembaca tercatat 455,2 ribu unit.