Jadi tidak hanya mengandalkan jalur distribusi bancassurance atau agen.
Sejak beberapa tahun lalu, sejumlah perusahaan asuransi mulai menggandeng fintech untuk sarana pemasaran asuransi. Ini karena, fintech tersebut menyediakan ruang atau menyediakan layanan kurasi untuk sejumlah produk asuransi yang bisa dikelompokan sesuai kebutuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menjelaskan saat ini kanal distribusi asuransi jiwa memiliki beberapa jenis, antara lain agen, bancassurance, telemarketing, direct marketing hingga employee benefit.
"Yang sekarang banyak dibicarakan adalah teknologi dan fintech. Bicara fintech dalam hal jalur distribusi, menurut saya juga harus bicara kesiapan regulasi dan apakah masyarakat saat ini sudah melek asuransi," kata Togar saat dihubungi detikFinance, Senin (29/1/2018).
Togar menjelaskan, sebenarnya dalam penggunaan teknologi, seluruh perusahaan asuransi jiwa di Indonesia telah menggunakan sejak lama. Seperti untuk database pemegang polis, ilustrasi produk, website hingga supply chain.
Dia menjelaskan, untuk perusahaan asuransi jiwa yang menjual produk unit link, teknologi menjadi prasyarat utama, karena harus menghitung NAB dan mengumumkannya di website dan koran setiap hari. Jika tidak pakai teknologi akan merepotkan perusahaan dan nasabah.
"Penggunaan teknologi pada dasarnya memang sudah dilakukan oleh perusahaan asuransi jiwa jauh-jauh hari. Hanya saja memang lebih ke back office dulu, belum terlalu signifikan ke kanal distribusi," imbuh dia. (dna/dna)