Pengamat Ekonomi Syariah M Syakir Sula menjelaskan di Indonesia masih ada kalangan yang menyebut asuransi syariah masih haram.
"Jangankan yang konvensional dibilang haram, yang syariah pun sama dianggapnya," kata Syakir dalam diskusi Prudential Syariah Untuk Semua, di Jakarta, Rabu (7/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi apakah pernyataan asuransi syariah haram? Mereka hanya mau mendengarkan referensi terdahulu tidak mau baca referensi terbaru dari ulama modern," imbuh dia.
Syakir menjelaskan secara konsep asuransi syariah terdiri dari sekumpulan orang yang ingin saling membantu, saling melindungi, menjamin dan bekerja sama dengan cara mengeluarkan dana Tabarru.
Dana Tabarru adalah kumpulan dana yang dikumpulkan peserta yang bertujuan untuk membayar santunan kepada peserta yang mengalami musibah atau pihak lain yang berhak atau jika di asuransi konvensional dikenal dengan premi.
Menurut Syakir, dalam asuransi syariah ada dua bisnis yang dijalankan yakni tolong menolong (Taawun) dan bisnis (Tabarru). Nah yang disebut masih haram adalah asuransi syariah yang berbasis bisnis seperti produk unit link.
Dalam produk unit link ada dana yang digunakan untuk investasi dan dalam jangka waktu tertentu akan mendapatkan imbal hasil dalam jumlah tertentu sesuai kesepakatan.
"Yang unsur bisnis ini masih dikatakan haram. Tapi dalam asuransi itu kan tidak mungkin bisnis saja dan pasti ada tolong menolongnya? Apa bisa dibilang haram? Sesuai teori asuransi. Kemudian akad yang digunakan dalam asuransi syariah itu kan sesuai syariah juga seperti murharabah dan ujrah," imbuh dia.
Untuk penggunaan dana pada asuransi jiwa syariah ada pemisahan dana, yakni dana Tabarru dan dana peserta. Sehingga tidak mengenal istilah dana hangus. Kemudian untuk Term Insurance dan General Insurance seluruhnya bersifat Tabarru. Berbeda dengan asuransi konvensional yang tidak memiliki pemisahan dana. Ini akan berakibat adanya dana hangus untuk produk saving life.
Syakir menjelaskan, dalam asuransi syariah, perusahaan tidak diperkenankan berinvestasi yang bertentangan dengan prinsip syariah atau investasi di tempat terlarang.
Baca juga: Bank Syariah Riba atau Tidak? |