Menurut Pengamat Pasar Uang Farial Anwar, tidak terwujudnya rencana redenominasi di tahun-tahun sebelumnya lantaran pihak-pihak pembuat keputusan seperti Pemerintah dan DPR khawatir adanya kepanikan di tengah-tengah masyarakat.
"Sudah beberapa kali diusulkan oleh BI ke pemerintah, tapi pemerintah masih belum begitu mengerti. Dikhawatirkan orang jadi panik," tuturnya saat dihubungi detikFinance, Kamis (5/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara sanering memotong nilai uang bahkan bisa separuhnya. Misalnya Rp 50.000 jika dipotong maka nilai uang hanya Rp 25.000. Jadi jika harga beras Rp 50.000 per liter jika ada sanering maka kita hanya mendapatkan setengah liter saja.
"Misalnua kekayaan Rp 1 miliar sekarang kalau dikurangkan 0 tiga jadi Rp 1 juta. Jadi kekayaan seakan-akan merosot, padahal daya belinya sama," tuturnya.
Oleh karena itu, Farial mengusulkan jika redenominasi Rupiah jadi dilakukan, maka sebaiknya dilakukan masa peralihan selama 1 tahun. Dalam masa itu nilai Rupiah yang lama masih berlaku, begitu juga dengan uang baru hasil redenominasi.
"Jadi ada keharusan, ketentuan semua toko, semua usaha selama masa peralihan menggunakan 2 harga. Ada harga uang lama dan uang baru, supaya masyarakat enggak merasa tertipu. Supaya terbiasa," imbuhnya.
Jika masa peralihan sudah dilakukan, dan Rupiah dengan nominal lama sudah ditarik maka barulah penerapan uang rupiah dengan nominal yang baru bisa diterapkan secara penuh.
Baca juga: Mimpi Indonesia Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1 |