Deposito Sepi Peminat, Orang Pindah ke Surat Utang dan Belanja

Deposito Sepi Peminat, Orang Pindah ke Surat Utang dan Belanja

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 10 Apr 2018 10:02 WIB
Deposito Sepi Peminat, Orang Pindah ke Surat Utang dan Belanja
Ilustrasi Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Data Bank Indonesia (BI) pada Februari 2018 menunjukan pertumbuhan simpanan berjangka atau deposito mengalami perlambatan dibandingkan periode Januari 2018.

Pada Februari jumlah deposito tercatat Rp 2.281,2 triliun atau tumbuh 5,9%. Sedangkan pada Januari 2018 deposito tercatat Rp 2.300,5 triliun.

BI menyebutkan perlambatan terjadi seiring dengan mulai turunnya suku bunga acuan yakni menjadi 4,25%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu berdasarkan data Uang Beredar perlambatan terjadi karena menurunnya deposito perorangan menjadi 6% atau Rp 1.204,4 triliun dari Januari 2018 sebesar 7,1% sebesar Rp 1.206,7 triliun di Jakarta dan Jawa Timur.

Kemudian penurunan deposito korporasi non finansial di Jakarta dan Sumatera Utara menjadi 6,2% atau Rp 611,8 triliun dari sebelumnya 8,6% Rp 620,7 triliun.


Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) pada Februari 2017 tercatat Rp 5.106,2 triliun atau tumbuh 8,2% year on year lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 8,5% yoy.

Perlambatan DPK bersumber dari DPK berdenominasi rupiah utamanya pada jenis simpanan berjangka yang tercatat tumbuh lebih rendah.

"Perlambatan terjadi sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan berjangka untuk seluruh tenor pada Februari 2018," bunyi data tersebut dikutip, Senin (8/4/2018).

Untuk pertumbuhan giro dan tabungan tercatat mengalami pertumbuhan. Giro tumbuh 9,4% dan tabungan 10,7%. Padahal periode bulan sebelumnya giro hanya tumbuh 6,9% dan tabungan 10,4%.

Berikut rangkuman detikFinance tekait deposito.

Pindah ke Surat Utang

Foto: Rachman Haryanto
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan perlambatan terjadi karena faktor musiman, ini artinya dalam beberapa bulan ke depan akan terjadi peningkatan kembali untuk simpanan berjangka ini.

Dia menjelaskan, selain faktor musiman dalam satu tahun terakhir bunga deposito di perbankan nasional terus mengalami penurunan sekitar 180 basis poin (bps).

"Penurunan bunga deposito ini seiring dengan penurunan suku bunga acuan BI yang sekarang berada di posisi 4,25%," kata Bhima saat dihubungi detikFinance.


Dia menjelaskan di mata deposan atau pemilik dana rendahnya suku bunga dinilai kurang menarik. Ini menyebabkan adanya pergeseran penyimpanan dana ke instrumen lain.

"Bunga rendah ini menyebabkan peralihan sebagian dana ke instrumen lain yaitu surat utang. Imbal hasil surat utang pemerintah tenor 10 tahun saja 6,3%," ujarnya.

Selain itu proyeksi Fed Fund Rate yang naik hingga tiga kali ikut memacu sentimen deposan agar membeli lebih banyak surat utang.


Selain itu turunnya pertumbuhan deposito juga seiring dengan naiknya harga emas. Di pasar spot dalam 6 bulan terakhir harga emas naik 5,9%. Harga emas menjadi Rp 589 ribu per gram.

"Di tengah tahun politik dan instabilitas ekonomi global akibat perang dagang banyak investor memilih menaruh uangnya di emas," ujar dia.

Tarik Deposito Buat Belanja

Ilustrasi Foto: Rengga Sancaya
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan ada beberapa hal yang menyebabkan penurunan jumlah deposito di perbankan nasional ini. Menurut dia, selain ada pergeseran pada penempatan dana masyarakat kelas atas mulai berbelanja lagi setelah sebelumnya lebih banyak menahan uang di tahun 2017 kemarin.

"Naiknya impor bahan baku industri jadi sinyal permintaan konsumsi dalam negeri mulai pulih," kata Bhima.

Dia menjelaskan, hal ini juga terjadi jelang hari raya Idul Fitri pada Juni di mana simpanan ditarik untuk belanja sesuai pola musiman.


Bhima mengungkapkan juga ada kekhawatiran sebagian kecil deposan karena keterbukaan informasi perpajakan (Aeoi) yang mulai diberlakukan tahun ini.

"Deposan tertutama yang memiliki rekening diatas Rp 1 miliar cenderung melakukan penarikan deposito dan memindahkan ke aset lainnya," imbuh dia.

Respons Bank Banyaknya Orang Tarik Deposito

Ilustrasi Foto: Rachman Haryanto
Penyimpanan dana dalam bentuk deposito merupakan cost untuk bank. Karena itu, bank saat ini dinilai sedang mengubah struktur pendanaan dari yang mahal ke yang murah.

Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Anggoro Eko Cahyo menjelaskan saat ini bank memang sedang melakukan perubahan struktur dari dana mahal ke dana murah.

"Kebanyakan bank sedang restruktur dana murah, kan awal tahun seperti ini ekspansi kredit belum terlalu tinggi. Itu artinya dia tidak butuh dana terlalu besar. Jadi kalau ada deposito yang jatuh tempo ya dilepas," kata Anggoro di Gedung BI, Jakarta, Senin (9/4/2018).

Anggoro mengungkapkan perlambatan pertumbuhan deposito ini terjadi karena faktor musiman. Tren pertumbuhan akan terjadi setelah bank membutuhkan dana untuk mendorong ekspansi kreditnya.

"Musiman aja sih, kalau bank mau ekspansi tinggi lagi mereka juga akan usaha cari dana lagi ya salah satunya dana mahal yaitu deposito," imbuh dia. Anggoro mengaku optimis kuartal II pendanaan dari deposito akan mulai membaik pada kuartal II.


Kepala Riset Samuel Aset Management (SAM) Lana Soelistianingsih menjelaskan, tren penurunan suku bunga kredit dan bunga simpanan sudah sejalan.

"Bunga dana memang lebih cepat turun dibanding bunga kredit, tapi kalau naik bunga kredit memang cepat. Bagi bank uang bentuk simpanan itu cost, jadi kalaupun naik ya pelan-pelan," kata Lana.

Sebelumnya BI mengungkapkan penurunan dana pihak ketika (DPK) terkait dengan likuiditas di pasar/perbankan yang relatif turun di bulan Maret terkait NETO ekspansi fiskal pemerintah yang berkurang dan juga kontraksi likuiditas Rupiah karena BI melakukan intervensi valas untuk menstabilkan Rupiah.

Secara agregat, posisi likuiditas Rupiah masih cukup tinggi. Diperkirakan DPK 2018 akan tetap meningkat sesuai perkiraan bahwa likuiditas Rupiah masih bertambah. Proyeksi pertumbuhan DPK oleh BI adalah 9% - 11%.

Halaman 2 dari 4
(ara/ara)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads