Mau Punya Bisnis Uang Elektronik? Ini Syaratnya

Mau Punya Bisnis Uang Elektronik? Ini Syaratnya

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Senin, 07 Mei 2018 15:54 WIB
Foto: Angga Aliya ZR Firdaus/detikFinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) menerbitkan aturan baru terkait penyelenggaraan uang elektronik di Indonesia. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 20/6/PBI/2018 yang diundangkan tanggal 4 Mei 2018.

Dengan terbitnya aturan ini, maka ada sejumlah penyesuaian dalam hal penyelenggaraan uang elektronik.

Secara garis besar, PBI ini mengatur perihal tata cara pengajuan dan penerbitan izin penyelenggara uang elektronik, pembatasan minimal modal disetor hingga pembatasan porsi pemegang saham asing dalam perusahaan penyedia layanan uang elektronik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan aturan ini, diharapkan penyelenggaraan uang elektronik di tanah air lebih transparan.

Perbedaan paling mendasar pada aturan ini dengan aturan sebelumnya adalah masalah pembagian lini bisnis dalam penyelenggaraan jasa uang elektronik. Pertama adalah Front End dan Back End.

"Terutama dalam hal pemberian izin berdasarkan jenis pelayanan yang dilakukan. Jangan sampai satu pemain menguasai setiap pos bisnis yang akhirnya menyebabkan bisnis tidak sehat," kata Onny Widjanarko, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI saat berbincang santai, Senin (7/5/2018).

Bisnis Front End melingkupi penerbit uang elektronik, acquiring dan payment gateway alias gerbang pembayaran. Sementara untuk bisnis Back End melingkupi switching dan settlement.

"Jadi tidak boleh satu perusahaan mengajukan izin untuk dua kelompok perizinan yang berbeda. Misalnya dia mengajukan izin penerbitan uang elektronik (kelompok Front End) lalu dia mengajukan izin juga untuk switching atau settlement (kelompok Back End). Itu nggak boleh," tutur dia.

Perbedaan lainnya adalah terkait adanya holding period izin selama lima tahun. Artinya, pemegang izin tidak boleh berpindah lini bisnis atau menyerahkan izinnya ke perusahaan lain selama 5 tahun.

"Kenapa kita beri holding periode, supaya izin ini tidak diperjualbelikan. Makanya, perusahaan yang sudah dapat izin akan kita monitor sekali supaya tidak terjadi makelar izin," sebutnya.


Ia menambahkan, aspek lain yang dibahas dalam PBI uang elektronik terbaru ini adalah terkait dengan porsi pemegang saham asing dalam perusahaan penyedia layanan uang elektronik.

"kalau sebelumnya belum diatur, sekarang kita atur. Komposisi kepemilikan saham bagi Penerbit Lembaga Selain Bank harus paling sedikit 51% Warga Negara Indonesia (WNI) atau Badan Hukum Indonesia," sebut dia.

Artinya, porsi pemegang saham asing tak boleh lebih dari 49%.

Di aturan baru ini, tambah Onny lagi, juga disinggung minimal modal disetor yakni minimal Rp 3 miliar saat pertama mengajukan izin. Selain itu, besaran modal yang wajib disetor juga akan meningkat berdasarkan nilai floating fund, alias akumulasi dari seluruh dana mengendap yang belum digunakan konsumen dalam uang elektroniknya.

"Karena uang elektronik di kartu itu hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengguna dan pemegang kartu, maka untuk melakukan ekspansi dan pengembangan layanan, perusahaan penyedia uang elektronik harus punya modal sendiri. makanya ada kewajiban modal disetor tadi," tandas dia.

(dna/ang)

Hide Ads