Kendati begitu, Bank Indonesia (BI) mengakui bahwa nilai tukar rupiah sudah terlalu murah atau under value. Perhitungannya dibandingkan dari kondisi makro ekonomi yang sebenarnya masih dalam keadaan positif.
"Value (rupiah) berdasarkan fundamental itu dihitung dari kondisi makro ekonomi domestik baik inflasi, dari sisi fiskal maupun neraca pembayaran," kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (5/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BI sendiri yakin ekonomi RI tahun ini bisa tumbuh sekitar 5,1-5,2%. Sedangkan inflasi diyakini bisa terjaga di level 3,5%.
Catatan tersebut menurutnya tidak sebanding dengan depresiasi rupiah yang tercatat dari awal tahun hingga awal Juni 2018 mencapai 2,9%. Posisi itu bahkan sebenarnya sudah lebih baik dibanding 10 hari yang lalu, rupiah tercatat melemah 3,2%.
"Kalau kita melihat fundamental ekonomi kita melemah memang bisa terjadi rupiah harus melemah. Tapi melemah sampai ytd kita 2,9% itu terlampau dalam. Untuk rupiah itu membuat kita jadi terlampau murah," tambahnya.
Meski begitu, Dody menegaskan bahwa BI akan selalu siaga menjaga rupiah. Salah satunya dengan tindakan preventif menaikkan suku bunga acuan BI 7 day repo rate jika dibutuhkan.
"Tapi tidak selalu one to one, misalnya Fed Fund Rate naik 4 kali kita juga naik 4 kali. Belum tentu seperti itu juga. Karena kami melihat bagaimana kondisi ekspektasi depresiasi dijaga. overBagaimana shooting tidak terjadi, sentimen confidence bagaimana masyarakat terhadap rupiah dijaga," tutupnya. (zlf/zlf)