BPR Tuding BI Tidak Fair

Siap Bersaing dengan DSP

BPR Tuding BI Tidak Fair

- detikFinance
Selasa, 02 Agu 2005 12:03 WIB
Jakarta - Bank Indonesia dituding tidak fair soal pembukaan kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dalam aturan tersebut, BI melarang pembukaan cabang baru BPR di daerah yang segmen pasarnya sudah jenuh seperti di Jabotabek dan Jawa Tengah.Padahal bank umum yang membuka unit mikro seperti Danamon Simpan Pinjam (DSP) dalam satu tahun bisa membuka 600 cabang. Sementara BPR dibatasi hanya boleh satu cabang dalam satu tahun dengan CAR minimal 15 persen. "Jadi di situ tidak ada fairness," keluh Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Soni Harsono.Ia menyampaikan hal tersebut di sela-sela Seminar Berebut Pasar Mikro di Auditorium Kementerian Koperasi dan UKM, Jalan HR Rauna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (2/8/2005).Untuk itu, Soni meminta BI berlaku adil dan transparan dalam menetapkan kebijakan bagi bank umum dan BPR sehingga terjadi persaingan yang sehat.Sony juga mengeluhkan kehadiran DSP yang dituding telah menyebabkan distorsi pasar perkreditan usaha kecil di daerah. Meski pasarnya tergencet, namun BPR mengaku siap bersaing secara fair dengan DSP."Dengan kehadiran DSP ada distorsi di pasar, namun kami siap bersaing secara fair," katanya. Menurut Sony kehadiran DSP telah menyebabkan ekspansi kredit BPR di beberapa daerah seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur terus menurun. Sony mengakui, ketatnya gencarnya ekspansi unit mikro bank umum seperti DSP ini dapat menempatkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) seperti BPR dan koperasi dalam posisi yang sulit. Dan jika berlarut-larut hal ini dapat menganggu kelangsungan industri LKM secara keseluruhan. "Apabila bank umum tidak berhasil, dan LKM bangkrut, maka usaha mikro akan kehilangan akses lembaga pembiayaan karena segmen ini tidak ada yang melayani," katanya. Rasio keuangan loan to deposit rasio (LDR) BPR per bulan Desember 2004 mencapai 80,73 persen, turun bila dibandingkan dengan LDR bulan Desember 2000 yang mencapai 85 persen. Soni juga mendesak segera dibentuknya Apex atau bank pengayom bagi BPR sehingga BPR dapat lebih berkembang. Namun pembentukan Apex BPR ini terhambat oleh pasal 14 C dalam UU No 7/1992 yang menyebutkan BPR tidak diperkenankan ikut dalam penyertaan modal. "Bagaimana kita bisa memiliki Apex sementara kita sendiri tidak bisa menyertakan modal," ujarnya. (qom/)

Hide Ads