Ekonom Dradjad Wibowo menjelaskan senilai US$ 1 miliar dari GMTN bertenor 5 tahun dengan yield (imbal hasil) 10,5%, dan kupon 10,375%. Kemudian sebesar US$ 2 miliar bertenor 10 tahun, berimbal hasil 11,75% dan kupon 11,625%.
"GMTN tersebut kemahalan, jika dibandingkan kupon Filipina, Malaysia dan Korea Selatan," kata Dradjad kepada detikFinance, Jumat (7/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Yield Global MTN RI Kemahalan |
Selain itu, mengenai risiko nilai tukar rupiah yang tengah melemah terhadap dolar AS berpotensi membuat kerugian saat jatuh tempo tahun depan. Kurs dolar AS pada penerbitan GMTN 2009 lalu sekitar Rp 12.023 kemudian saat ini di level Rp 14.890.
"Karena sekarang dan nanti saat jatuh tempo, nilai tukar rupiah sulit sama dengan Februari 2009, artinya Indonesia mengalami rugi kurs," katanya.
Ia memperkirakan kerugian karena kurs bisa mencapai Rp 6 triliun. Akan tetapi, angka tersebut bisa berubah mengikuti nilai tukar tahun depan.
"Dengan jumlah US$ 2 miliar, rugi kurs tersebut bisa mencapai hampir Rp 6 triliun. Besar pastinya tentu tergantung berapa kurs rupiah saat GMTN jatuh tempo nanti," ujarnya.
"Tapi jika melihat kurs forward saat ini, prospeknya tidak menggembirakan. Itu baru dari satu GMTN," tambahnya.
Baca juga: Dolar AS Pagi Ini Stabil di Rp 14.880 |
Ia mengatakan, jika Rp 6 triliun tersebut digunakan untuk menyuntik modal ke BPJS Kesehatan, manfaatnya bisa dirasakan lebih besar.
"Andai saja uang sekitar Rp 6 triliun itu dipakai untuk menambah dana BPJS (Kesehatan), akan banyak sekali pasien, dokter, tenaga medis dan rumah sakit yang tertolong," katanya.
Saksikan juga video 'Dolar AS Meroket, Jokowi-Prabowo Juga Dirugikan':
(ara/ang)