Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan terkait perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini dipengaruhi oleh sentimen global, risk on dan risk off.
"Perkembangan nilai tukar rupiah tentu saja dipengaruhi oleh sentimen risk on. Hari ini kan ada kenaikan US Treasury Bill ya, suku bunga obligasi pemerintah AS yang cukup tinggi jadi 3,23% untuk tenor 10 tahun," kata Perry di Gedung BI, Jakarta, Jumat (5/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) juga membaik dengan pertumbuhan lapangan kerja di AS lebih besar dari yang diperkirakan. "Ini menunjukan memang ekonomi AS yang menguat dan karena itu, kondisi ini membuat investor global lebih memilih investasi di sana," imbuh dia.
Kemudian kondisi ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok yang masih terus berlangsung juga menyebabkan penguatan dolar AS. Kemudian juga faktor geopolitik di Eropa juga turut mempengaruhi perkembangan nilai tukar.
Sebelumnya Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengungkapkan dari penguatan dolar AS yang menyebabkan tekanan ke rupiah jangan dilihat dari levelnya.
"Jangan dilihat levelnya. Masih aman, yang penting supply and demand nya masih jalan. Sektor perbankannya masih kuat, capital adequacy ratio (CAR) masih di atas 20%," kata Mirza.
Baca juga: Masih Tinggi, Dolar AS Pagi Ini Rp 15.180 |
Dia mengungkapkan saat ini resiliensi perbankan masih cukup bagus di seluruh tingkatan bank mulai dari bank umum kegiatan usaha (BUKU) I sampai BUKU IV yang masih di kisaran 20% jauh di atas ketentuan minimum di kisaran 8,5%.
Menurut Mirza dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang harus diperhatikan adalah volatilitasnya. Dia menambahkan Indonesia sudah pernah mengalami volatilitas seperti saat ini pada 2013.
Dolar AS Terus Menguat, Acer Optimistis 'Predator' Tetap Laris, tonton videonya di sini:
(kil/dna)