Aturan Urun Biaya Demi Tambal Defisit BPJS Kesehatan?

Aturan Urun Biaya Demi Tambal Defisit BPJS Kesehatan?

Hendra Kusuma - detikFinance
Senin, 21 Jan 2019 09:46 WIB
BPJS Kesehatan/Foto: detikcom
Jakarta - Pelayanan BPJS Kesehatan kini berpedoman pada Peraturan Menteri kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam program jaminan kesehatan.

Dalam beleid yang dikutip detikFinance, Jakarta, Senin (21/1/2019). Urun biaya adalah tambahan biaya yang dibayar peserta pada saat memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan.

Penerbitan aturan urun biaya ini menjadi pertanyaan, karena terbit di tengah BPJS Kesehatan masih mengalami defisit keuangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akhirnya pemerintah menyuntik dana tahap pertama sebesar Rp 4,9 triliun dan tahap kedua Rp 5,2 triliun ke BPJS Kesehatan.

Kembali lagi ke aturan, Permenkes ini bertujuan untuk kendali mutu dan kendali biaya serta pencegahan penyalahgunaan pelayanan di fasilitas Kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan.

Dalam pasal II di Bab II tentang urun biaya, ditetapkan terhadap jenis pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dalam program Jaminan Kesehatan dikenakan urun biaya.

Pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelayanan yang dipengaruhi selera dan perilaku Peserta.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah .

Adapun, untuk penetapan jenis pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, Menteri Kesehatan membentuk tim yang terdiri atas unsur Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, organisasi profesi, asosiasi fasilitas kesehatan, akademisi, dan pihak lain yang terkait.

Mengenai jenis penyakit apa saja yang dikenakan tambahan biaya, nantinya akan diinformasikan oleh fasilitas kesehatan.


Adapun ada tambahan biaya sebesar Rp 20.000 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B. Sebesar Rp 10.000 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D, dan klinik utama, atau paling tinggi sebesar Rp 350.000 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam jangka waktu tiga bulan.

Selanjutnya, besaran urun biaya sebagaimana sesuai ketentuan, sebesar 10% dari biaya pelayanan dihitung dari total Tarif INA-CBG setiap kali melakukan rawat inap, atau paling tinggi sebesar Rp 30.000.000.

Dalam hal rawat inap di atas kelas 1, maka urun biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sebesar 10% dihitung dari total Tarif INA-CBG. Aturan ini diteken pada 14 Desember 2018 oleh Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek dan diundangkan pada tanggal 17 Desember 2018. (hek/ara)

Hide Ads