Riset menyebutkan kantor cabang fisik selama ini memang menjadi sarana untuk nasabah yang tradisional. Namun saat ini, di Asia tetap ada pergeseran dari tradisional ke digital untuk transaksi sehari-hari.
"Kantor cabang fisik kini hanya menyumbang 12-21% transaksi setiap bulannya. Nasabah kini lebih memilih platform digital dibanding ke kantor cabang untuk transaksi rutin sederhana seperti pengecekan saldo, transfer ke sesama nasabah atau pembayaran tagihan," ujar Partner, Indonesia, McKinsey & Company, Guillaume de Gantes di kantor McKinsey, Wisma GKBI, Jakarta, Senin (11/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memang, untuk transaksi yang masih rumit nasabah masih menggunakan kantor cabang fisik. Menurut Gantes saat ini perbankan di Asia harus mulai memikirkan peralihan kantor cabang operasional dari sekedar tempat transaksi menjadi ruang interaksi nasabah. "Misalnya seperti memenuhi kebutuhan perencanan keuangan hingga penjualan produk yang lebih kompleks seperti produk investasi," ujar dia.
Selain itu bank juga harus mulai mengubah desain kantor cabang. Misalnya kantor cabang harus lebih ramah dan menyenangkan. Hal ini juga dilakukan agar banyak nasabah yang beralih ke teknologi digital.
Kemudian disebutkan Indonesia kini juga tidak tertinggal dalam pergerakan menuju era digital. Karena pada 2016 PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) telah meluncurkan Jenius, sebuah layanan bank digital pertama yang diluncurkan di Indonesia.
Hasil survei PFS dari McKinsey menyebut 55-80% nasabah di Asia mempertimbangkan untuk membuka rekening digital bank, yakni tidak di kantor cabang.