Rudy mengaku sudah mendatangi KPK dan BPK. Dia mengadukan terkait potensi kerugian negara terkait proses merger Bank Bali dengan 4 bank lainnya yang menjadi Bank Permata yang kemudian dibeli oleh Standard Chartered Bank (SCB).
"Tujuan saya untuk mencari keadilan, agar bisa diinvestigasikan kembali," ujarnya di Penang Bistro, Jakarta, Rabu (24/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia kini mempersoalkan terkait adanya kerugian negara pada penjualan Bank Permata kepada SCB. Menurutnya saat merekap Bank Bali dan empat bank lainnya menjadi PT Bank Permata Tbk nilainya mencapai Rp 11,9 triliun.
Tidak lama setelah direkap, Bank Permata dijual oleh BPPN ke SCB, hanya senilai Rp 2,7 Triliun. Sehingga dia menilai ada indikasi kerugian negara di dalam proses rekapitalisasi, merger dan pelepasan saham PT Bank Permata Tbk.
"Inilah yang saya maksud terjadi kerugian negara yang disebabkan konspirasi pejabat-pejabat BPPN dan SCB. Dan BPK bisa melakukan proses audit ini," ucapnya.
Upaya Rudy mendatangi BPK merupakan kelanjutan dalam mencari keadilan. Sebelumnya Rudy sudah mendatangi KPK, meminta agar melakukan investigasi khusus atas adanya indikasi proses transaksi pengambil alihan saham Bank Permata oleh SCB, yang diduga cacat hukum pada tahun 2004.
Rudy mengaku juga sudah berkirim surat kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun suratnya belum dibalas. Dia curiga SCB berniat cari aman dengan berencana menjual sahamnya di Bank Permata.
Rudy menduga SCB membeli Bank Permata tanpa modal sendiri, tetapi menggunakan modal pihak lain.
"Di sinilah SCB wajib menjelaskan dengan menyertakan dokumen pendukung, apa maksud dari kalimat No Capital Commitment yang tertuang pada annual report-nya" tutupnya.
(das/fdl)