Bom Waktu Itu Bernama Jiwasraya

Bom Waktu Itu Bernama Jiwasraya

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 14 Jan 2020 06:22 WIB
Bom Waktu Itu Bernama Jiwasraya. Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta - Sengkarut yang tengah menimpa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan proses akumulasi yang cukup panjang. Bagaikan bom waktu, permasalahan di Jiwasraya dipastikan akan meledak dan itu sudah terjadi.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sendiri sudah membongkar borok-borok yang terjadi di Jiwasraya. Kejaksaan Agung juga sudah melakukan proses hukum.

Bermula dari adanya aksi window dressing atau memoles laporan keuangan di 2006. Kemudian menerbitkan produk JS Saving Plan, berinvestasi pada saham-saham gorengan, hingga akhirnya tercium di laporan keuangan 2017.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bom waktu yang terjadi di Jiwasraya dinilai mirip dengan skema ponzi. Skema bisnis berbentuk pohon yang hanya memberikan keuntungan di awal dan akhirnya meledak dan menelan banyak kerugian.

Bom Waktu Mirip Skema Ponzi

Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menilai apa yang terjadi di Jiwasraya seperti skema ponzi. Skema ini yang biasa digunakan dalam kegiatan bisnis MLM yang memberi keuntungan diawal kemudian meledak di akhir.

Pria yang akrab disapa Pras itu menjelaskan, sejak 2006 sudah tercium adanya aksi poles laporan keuangan atau window dressing. Namun dia juga heran kenapa hal itu tidak tercium oleh otoritas terkait.

"2006 sudah ada rekayasa akuntansi kok tidak terdeteksi. Itu window dressing, melakukan permak laporan keuangan seperti operasi plastik, biar kelihatan cantik. Jadi yang terjadi harusnya rugi jadi laba, atau laba kecil jadi besar," terangnya di kantor IAPI, Jakarta, Senin (13/1/2020).

Lompat ke 2012, saat itu Jiwasraya tergoda untuk keluar dari bisnis utamanya asuransi. Perusahaan mulai melirik bisnis investasi dengan mengeluarkan produk JS Saving Plan.

JS Saving plan merupakan produk asuransi jiwa yang juga merupakan produk investasi. Produk ini ditawarkan melalui perbankan atau bancassurance.

Tidak seperti unit link yang risikonya dipegang pemegang polis, produk ini risikonya ditanggung perusahaan asuransi. Kemudian yang membuat produk ini menarik adalah tawaran return-nya yang dua kali lipat lebih tinggi dari deposito.

"Produk ini dijual melalui banyak bank, yang paling besar Standard Chartered. Lalu kenapa banyak orang Korea jadi korban karena di tawarkan juga lewat Bank KEB Hana. Deposito di bank itu ada Rp 10 triliun, masuklah Jiwasraya tawaran JS Saving Plan dengan imbalan 13%. Siapa yang nggak mau," terangnya.

Nah yang menurutnya, kesalahan manajemen adalah tidak memasukkan dana cadangan teknis. Bagi perusahaan asuransi setiap masuknya pendapatan premi maka perusahaan harus menyediakan cadangan teknis. Jika tidak ada cadangan teknis maka perusahaan rugi karena tak mampu membayar.

Nah lantaran biaya pembayaran polis yang semakin membengkak, manajemen mencari solusi dengan mencari instrumen investasi lainnya dengan harapan imbalan yang besar. Masuklah perusahaan ke saham gorengan.

"Dia cari instrumen yang seolah-olah menunjukkan kinerjanya bagus makanya investasi di saham gorengan," tambahnya.

Lalu yang bikin geleng-geleng kepala, pada 2015 Jiwasraya kembali melakukan investasi dengan membeli reksadana saham sebuah perusahaan tercatat di pasar modal dengan nilai Rp 6 triliun, yakni PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP).

"Jiwasraya menginvestasikan sebesar Rp 6 triliun ke satu perusahaan yang menerbitkan reksadana, perusahaan itu tercatat di Bursa Efek. Perusahaan ini asetnya cuma Rp 300 miliar, omzetnya Rp 21 miliar. Dia penangkaran ikan arwana, tapi bisa menerbitkan reksadana Rp 6 triliun dan profil investasi Jiwasraya 90% ada di saham dan reksadana yang berisiko tinggi," terangnya.

Memang pada 2015 investasi Jiwasraya di reksadana saham mencapai Rp 9,29 triliun. Dari angka itu sebesar Rp 6,39 triliun ada di IIKP.

Seiring berjalannya waktu, investasi di saham gorengan malah semakin menambah beban perusahaan. Akhirnya di 2017 meledak, perusahaan tak mampu membayar polis. Itulah mengapa Yustinus menyebutnya mirip skema ponzi.

"Maka setelah 2017 tadi ya skema ponzi terjadi. Nasabah investasi di awal returnya dibayar dari uang premi yang didapat. Jadi yang di depan untungnya gede yang belakangan rugi," terangnya.

Laporan keuangan Jiwasraya saja hasil polesan, seperti apa jadinya?

Laporan Keuangan yang Dicap Modifikasian

Ada yang aneh dalam laporan keuangan PT Asuransi Jiwasraya di 2017. Laporan keuangan saat itu berstatus mendapat opini adverse atau dengan modifikasi dari Kantor Akuntan Publik Pricewaterhouse Coopers (PwC) meski sudah direvisi.

Dalam laporan keuangan Jiwasraya di 2017 yang sudah diaudit tercatat perusahaan memperoleh laba Rp 360 miliar. Angka itu sebenarnya telah proses revisi setelah diaudit PwC dari sebelumnya Rp 2,4 triliun.

Namun, meski sudah direvisi PwC masih memberikan cap pendapat 'Dengan Modifikasian'. Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Tarkosunaryo menilai ada yang aneh ketika Jiwasraya menyajikan laporan keuangan 2017.

"Namun tidak menjelaskan lebih lanjut apa yang menyebabkan bahwa laporan keuangannya dengan modifikasian," ujarnya.

Menurut Tarko cap modifikasi tersebut harusnya diperhatikan. Status modifikasian artinya ada hal yang janggal dalam laporan keuangan tersebut.

"Opini auditor akuntan publik adalah opini tidak wajar karena kekurangan cadangan teknis Rp 7 triliun. Jadi laba Rp 360 miliar yang disampaikan direksi adalah tidak tepat," tambahnya.

Bagi perusahaan asuransi setiap masuknya pendapatan premi maka perusahaan harus menyediakan cadangan teknis. Jika tidak ada cadangan teknis maka perusahaan rugi karena tak mampu membayar. Maka dengan kata lain seharusnya Jiwasraya pada 2017 rugi Rp 7 triliun.

Jadi sebenarnya siapa yang salah?

Siapa yang Salah?

Yustinus Prastowo menilai ada penggiringan opini bahwa yang paling bersalah dalam kasus Jiwasraya adalah akuntan publik yang melakukan audit laporan keuangan. Sebab akuntan publik seharusnya bisa mencium ada hal yang tidak beres dalam keuangan Jiwasraya saat melakukan audit.

"Saya perlu memberikan respon karena sebagian besar itu menyesatkan. Seolah-olah menuduh akuntan harusnya ngomong di awal bukan setelah terjadi," tuturnya.

Selain itu, menurut Pras juga ada tuduhan bahwa akuntan publik melakukan cuci tangan. Padahal tugas akuntan publik adalah melakukan audit laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen perusahaan dalam hal ini direksi.

BPK sebelumnya juga mengungkapkan bahwa ada aksi window dressing atau mempercantik saat Jiwasraya menyajikan laporan keuangan 2006. Namun dia heran kenapa hal itu tidak tercium oleh otoritas terkait.

"2006 sudah ada rekayasa akuntansi kok tidak terdeteksi. Itu window dressing, melakukan permak laporan keuangan seperti operasi plastik, biar kelihatan cantik. Jadi yang terjadi harusnya rugi jadi laba, atau laba kecil jadi besar," terangnya.

Menurut Pras modus yang dilakukan manajemen Jiwasraya adalah konvensional. Seharusnya otoritas baik di pasar modal maupun industri asuransi bisa mencium itu.

"Ini skema konvensional tidak ada canggih-canggihnya. Pertanyaannya kemana otoritas itu, kok tidak bisa menangkap ini sejak dini. Kenapa saat mengajukan pencadangan dini disetujui, setelah ketahuan diralat, ditarik, itu aneh. Supaya akuntan publik jadi kambing hitam, dia paling lemah tidak bsia main politik," ujarnya.

Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Tarkosunaryo juga menjelaskan, tugas akuntan publik adalah hanya melakukan audit laporan keuangan. Sementara yang membuat laporan keuangan adalah manajemen dalam hal ini direksi yang juga diawasi oleh komisaris.


"Berdasarkan uu perseroan terbatas bahwa laporan keuangan yang disusun merupakan tanggung jawab dan wewenang direksi dan pengawasan komisaris Kemudian disahkan dalam RUPS. Nah karena ini BUMN RUPS ada di Kementerian BUMN," terangnya.

Sementara Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan saat ini pihaknya selaku regulator sepenuhnya menyerahkan proses ini ke ranah hukum.

"Kalau kasus itu biarlah proses hukum yang sedang berjalan. Kan sedang ditangani Kejaksaan, silakan saja," kata Wimboh.



Simak Video "Video: Kejagung Ungkap Cara Jiwasraya Manipulasi Kerugian"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads