Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Aria Bima mengatakan tugas panja ini akan mendalami masalah dari sisi perusahaan. Sedangkan panja Komisi XI DPR RI lebih kepada sisi aturan dan kebijakan pemerintah terhadap industri keuangan nasional.
"Kalau kami pure sejauh mana setelah duit disetujui, jaminan apa you kerja sehat, korporasi jadi sehat. Restruk seperti apa, bisnis proses seperti apa, terus ini jatuh tempo berapa untuk 2020-2021, cashflow harus seperti apa, itu wilayah kami," kata Aria di gedung Komisi VI DPR, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Panja Komisi VI DPR RI, dikatakan Aria, telah memiliki beberapa opsi penyelamatan Jiwasraya mulai dari pembentukan holding asuransi, pemberian penyertaan modal negara (PMN), dan privatisasi atau penjualan saham Jiwasraya ke publik.
Hanya saja menurut Aria Komisi VI DPR RI sendiri lebih memilih opsi pembentukan holding asuransi dikombinasi oleh PMN. Pasalnya, jika harus memilih privatisasi maka pemerintah hanya bisa 10% dan jika dinilai masih kurang bisa mencapai 30%.
"Holding, restruk, privatisasi, dan PMN. Sekecil mungkin kami opsi ke holding dan PMN. Kalau bisa tetap 100% kepemilikan negara," tegasnya.
Akan tetapi, Aria mengaku bahwa keputusan tersebut masih menunggu persetujuan dari panja Komisi XI DPR RI yang bermitra dengan Kementerian Keuangan.
"Apakah kalau PMN ada duitnya, privatisasi nanti berapa yang bisa diputuskan besarannya. karena kan pelepasan saham negara. itu kan wilayah lebih ke makro ekonominya. Jadi kalau kinerja korporasi supaya sehatnya itu seperti apa, timeline seperti apa itu di kami," jelasnya.
Tidak hanya itu, lanjut Aria panja Jiwasraya Komisi VI DPR RI pun masih melakukan kajian mengenai risiko-risiko dari setiap opsi yang disediakan.
"Kami dalami dulu, privatisasi konsekuensi apa, holding konsekuensi apa, ya kan, PMN apa, ada dasar ada tujuan, ada target, ada sasaran," ungkap dia.
(hek/ara)