Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang telah diimplementasikan pada awal Januari 2020.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh saat rapat kerja gabungan (rakergab) mengenai BPJS Kesehatan di ruang Pansus B DPR, Jakarta Selatan.
"Kami sudah memutuskan melalui rapat internal, memegang rapat 2 September 2019 yakni meminta menunda atau batalkan kenaikan iuran BPJS untuk PBPU (peserta bukan penerima upah) dan PBI," kata Nihayatul, Selasa (18/2/2020)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nihayatul menjelaskan keputusan tersebut mengacu pada pelaksanaan data cleansing atau pembersihan data di Kementerian Sosial (Kemensos) yang belum juga selesai. Data tersebut nantinya akan menjadi penentu siapa saja yang masuk ke dalam peserta penerima bantuan iuran (PBI) atau disubsidi pemerintah atau tidak.
"Sebelum ada pembersihan data dari Kemensos , cleansing data belum selesai. Kami Komisi IX berpegang teguh untuk membatalkan kenaikan PBPU dan PBI sebab cleansing data belum selesai," ungkap dia.
Sementara itu, Menteri Sosial Juliari Batubara mengungkapkan jumlah peserta PBPU (peserta bukan penerima upah) ada 29 juta orang, dari jumlah tersebut ada 19 juta peserta kelas 3 mandiri.
"Ada 19 juta kelas 3 yang menjadi topik permasalahan sehingga nanti kita bisa lakukan dari 19 juta masukan ke PBI," kata Juliari.
Dari total peserta PBI yang 98,6 juta, Juliari mengungkapkan ada 30 juta orang yang masih akan dicocokkan atau pembersihan data. Data tersebut nantinya memastikan pemberian subsidi iuran tepat sasaran.
"Oleh karena itu yang kami lakukan dan masih on going cleansing data, dan kami tidak melakukan sendiri tanpa di backup Pemda, karena mereka yang kirimkan usulan dari daerah yang dimasukkan ke BPJS, sehingga nanti ditetapkan," kata Juliari.
(hek/eds)