Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuannya. BI 7 Days Repo Rate turun ke posisi 4,5% dari sebelumnya 4,75%.
Hal itu diambil pada rapat dewan gubernur (RDG) tanggal 18-19 Maret 2020. Selain menurunkan bunga acuan, BI juga menerbitkan bauran kebijakan baru untuk menangkal penyebaran virus corona (covid-19) di pasar keuangan nasional.
"Berdasarkan assessment menyeluruh terhadap ekonomi global, dan berbagai aspek. RDG pada 18-19 Maret 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7 Day sebesar 25 bps menjadi 4,5%," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (19/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perry mengatakan, suku bunga deposit facility dan lending facility juga terpantau turun.
"Deposit facility turun 25 bps jadi 3,75% dan suku bunga lending facility turun 25 bps," katanya.
Perry menambahkan, kebijakan tersebut telah disesuaikan dengan kondisi ekonomi global dan domestik terutama berkaitan dengan dampak penyebaran virus corona terhadap perekonomian dunia dan Indonesia.
Bank Sentral juga memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan menjadi 6-8% di 2020. Angka itu menurun dibandingkan proyeksi sebelumnya yang ada di kisaran 9-11%.
Perry mengatakan penurunan pertumbuhan kredit bank sejalan dengan proyeksi ekonomi dunia yang juga menurun di tahun 2020 karena covid-19.
"Kredit pada 2020 diprakirakan tumbuh dalam kisaran 6-8%, menurun dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya pada kisaran 9-11% sejalan dengan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020," kata Perry di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (19/3/2020).
Menurut Perry, pertumbuhan kredit bank kembali meningkat menjadi 9-11% pada 2021 seiring perbaikan laju ekonomi nasional. Sejalan dengan itu, DPK pada 2020 dan 2021 diperkirakan tumbuh masing-masing dalam kisaran 6-8% dan 8-10%.
Tidak hanya itu, Perry memastikan kelancaran sistem pembayaran, baik tunai maupun nontunai, tetap terjaga. Posisi uang kartal yang diedarkan (UYD) per Februari 2020 tumbuh 5,44% (yoy), sementara transaksi nontunai menggunakan ATM, Kartu Debit, Kartu Kredit, dan Uang Elektronik (UE) posisi Februari 2020 turun 1,02% (yoy).
Transaksi UE tetap tumbuh cepat, mencapai 145,47% (yoy), mengindikasikan tingginya preferensi masyarakat terhadap pembayaran digital. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan Sistem Pembayaran, termasuk kepada upaya memitigasi dampak COVID-19 dengan memastikan operasional Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah (SPPUR) berjalan secara penuh (orderly functioned) melalui keandalan dan kelancaran sistem pembayaran.
"Bank Indonesia akan terus mendorong penggunaan pembayaran nontunai serta mendukung program-program pemerintah dalam menyalurkan dana bantuan sosial melalui pembayaran nontunai," ungkapnya.
Sedangkan bauran kebijakan baru, Perry mengatakan ada 7 kebijakan yang diputuskan dalam rapat dewan gubernur (RDG) tanggal 18-19 Maret 2020.
Baca juga: Dolar AS 50 Poin Menuju Rp 16.000 |
Pertama, memperkuat intensitas kebijakan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar, baik secara spot, Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.
Kedua, memperpanjang tenor Repo SBN hingga 12 bulan dan menyediakan lelang setiap hari untuk memperkuat pelonggaran likuiditas Rupiah perbankan, yang berlaku efektif sejak 20 Maret 2020.
Ketiga, menambah frekuensi lelang FX swap tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan dari 3 (tiga) kali seminggu menjadi setiap hari, guna memastikan kecukupan likuiditas, yang berlaku efektif sejak 19 Maret 2020.
Keempat, memperkuat instrumen Term Deposit valuta asing guna meningkatkan pengelolaan likuiditas valuta asing di pasar domestik, serta mendorong perbankan untuk menggunakan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing yang telah diputuskan Bank Indonesia untuk kebutuhan di dalam negeri.
Kelima, mempercepat berlakunya ketentuan penggunaan rekening Rupiah dalam negeri (Vostro) bagi investor asing sebagai underlying transaksi dalam transaksi DNDF, sehingga dapat mendorong lebih banyak lindung nilai atas kepemilikan Rupiah di Indonesia, berlaku efektif paling lambat pada 23 Maret 2020 dari semula 1 April 2020.
Keenam, memperluas kebijakan insentif pelonggaran GWM harian dalam Rupiah sebesar 50bps yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain, berlaku efektif sejak 1 April 2020.
Ketujuh, memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung upaya mitigasi penyebaran COVID-19 melalui : ketersediaan uang layak edar yang higienis, layanan kas, dan backup layanan kas alternatif, serta menghimbau masyarakat agar lebih banyak menggunakan transaksi pembayaran secara nontunai.
Lalu mendorong penggunaan pembayaran nontunai dengan menurunkan biaya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dari perbankan ke Bank Indonesia yang semula Rp 600 menjadi Rp1 dan dari nasabah ke perbankan semula maksimum Rp 3.500 menjadi maksimum Rp 2.900, berlaku efektif sejak 1 April 2020 sampai dengan 31 Desember 2020; dan mendukung penyaluran dana nontunai program-program Pemerintah seperti Program Bantuan Sosial PKH dan BPNT, Program Kartu Prakerja, dan Program Kartu Indonesia Pintar-Kuliah.
(hek/eds)